Imoeng dan Dwi sampai pula ke Tabalong kembali,
setelah agak susah membujuk agar mau ikut serta, akhirnya Dwi mau juga
mengikuti ibunya berangkat ke Kalimantan.
“ Kamu sekolah kembali ya Dwi, ibu daftarkan di SMK
seperti di Kudus, tak apalah mengulang dari kelas 1 lagi, ketinggalan setahun tak apa-apa,
karena tak ada istilah telat dalam belajar, “ rayu Imoeng pada Dwi agar mau
bersekolah kembali, karena sekolahnya terputus di kelas 2 SMK waktu di Kudus.
“ Gak mau, Buk. Dwi mau kerja saja..!”
“ Mau kerja apa kamu dengan ijazah SMP mu itu, Dwi
?”
“ Dwi mau kerja di bengkel, di Kudus aku sudah biasa
ikut kerja di bengkel, sedikit-sedikit aku sudah mengerti soal bengkel radiator
“ Jawab Dwi menyakinkan ibunya.
“ Ya…sudah kamu kerja di bengkel radiator sebentar
milik teman Bapak, nanti Bapak yang bilang sama yang punya !” Sahut Sofian mendengar percakapan antar
Imoeng dan Dwi di teras rumah.
“ Ya …sudah kalau kamu maunya begitu, nanti kalau
sudah mengeuasai radiator buka bengkel sendiri saja ya…” Imoeng akhirnya mengalah dengan keinginan
anaknya.
“ Apa mau ikut kerja sama aku..?” timpal Eko, kakak sulung Imoeng, yang kebetulan sedang libur jadi bisa kumpul
dengan keluarga. Eko juga bekerja di KSP ‘Damai’ milik Haji Damang, namun Eko
di tempatkan di Rantau, kira-kira 2,5 jam perjalanan dari Tabalong ke arah
Banjarmasin.
“ Aku gak suka kerja di kantoran sepertimu, Mas…,”
balas Dwi.
“ Kamu bagian keliling saja , narikin uang dari nasabah
tiap harinya.”
“ Gak mau, aku gak mau jadi bank titil, pegang duit
orang ntar aku pakai repot..”
“ Ya…sudah kamu kerja di bengkel saja, sambil
pelajari baik-baik ya kalau sudah lancar nanti Bapak kasih modal buat bikin bengkel,
eeh…bapak pinjami ya, bukan kasih, jadi kamu harus mengembalikan nanti, harus
belajar bertanggung jawab.”
“ Iya ..Pak Dwi akan berusaha…”
Akhirnya Dwi bekerja di bengkel radiator milik Haji
Hasan, satu-satunya bengkel radiator di kota Tabalong. Padahal kota seperti
Tabalong yang sudah mulai ramai ini
harusnya ada bengkel radiator 3 atau 4, makanya setiap hari bengkel radiator
milik Haji Hasan selalu penuh, orang harus memesan dulu bila hendak memakai
jasanya. Karena karyawan Haji Hasan juga tidak banyak juga, maka Dwi langsung
diterima bekerja di sana.
Baru sebulan bekerja Dwi sudah menguasai benar
apa-apa yang harus dikerjakan oleh seorang pebengkel radiator, Dwi memang
benar-benar ingin belajar soal radiator karena rencananya bila sudah lancar
Sofian akan membantu membukakan bengker radiator sendiri.
Sementara usaha yang ditekuni Imoeng mulai
memperlihatkan hasil, sekarang sudah tidak membuat keripik dan rempeyek lagi.
Karena usaha membuat telur asin semakin berkembang. Setiap 3 hari seribu butir
telur sudah dipesan dan diambil para pedagang sendiri ke rumah, tidak perlu
lagi mengantar ke toko-toko dan kios-kios.
Selain itu sebuah toko kecil yang menyediakan
berbagai keperluan sudah memenuhi sebagian ruang tamunya yang luas. Belum lagi
pesanan-pesanan teman-temannya mulai dari makanan, kue, perabot rumah dan
dapur juga elektronik semua dilayani. Bahkan yang tidak bisa membayar kontan
bisa dengan sisitem menyicil bulanan.
Ayuk dan Ais belajar dengan baik, mereka menjadi
anak-anak yang berprestasi di sekolahnya. Kehidupan Imoeng sekeluarga sudah
berangsur-angsur berubah. Walaupun sudah tidak mempunyai hutang lagi di Kudus,
Imoeng tetap mengirim uang untuk membantu
adik-adiknya yang membutuhkan.
Belum genap 3 bulan Dwi sudah mahir dalam soal
radiator dan oleh Sofian dipinjami modal untuk menyewa tempat di pinggir jalan
utama dan bangunan semi permanen, serta peralatan bengkel sudah lengkap semua disediakan. Dwi
mulai menanggani pelanggan-pelanggan baru sampai bulan berikutnya karena kewalahan
Dwi merekrut teman untuk membantunya. Tidak disangka usahanya cepat sekali
berkembang. Banyaknya kendaraan yang masuk ke kota Tabalong, merupakan peluang yang sangat bagus untuk usaha
bengkel.
Tidak menyesal Dwi ikut ibunya ke Kalimantan, kalau
masih di Jawa dia pasti masih hidup menggelandang tak pasti, karena jauh dari
orang tua dan punya kerjaan yang tetap..
Karena kepiawiannya Sofian menjalankan usaha KSP
milik Haji Damang, Sofian mendapat hadiah untuk pergi melaksanan ibadah haji ke
Tanah Suci, namun hanya Sofian sendiri yang berangkat tidak disertai istrinya,
Imoeng. Haji Damang tidak akan rugi memberi hadiah pergi haji , kendaraan dan
fasilitas rumah yang bagus bagi Sofian. Karena berkat kerja keras Sofian usaha
KSP bisa menjadi seperti ini. Lagi pula rata-rata orang Kalimantan tepat waktu
bila membayar cicilan, tidak menyusahkan petugas yang di lapangan.
Sebelum pergi haji ke Tanah Suci, Sofian membeli
tanah yang rencananya untuk membangun rumah sendiri, karena sumua anggota
keluarganya sudah ngumpul di Tabalong, dan kehidupannya di Tabalong semakin
menanjak, maka tidak salahnya bila Sofian sekeluarga menetapkan untuk menetap
di Tabalong, walaupun Sofian sendiri sering hilir mudik dari kota ke kota di
Kalimantan Selatan untuk urusan KSP ‘Damai’.
“ Buk, kita beli tanah di sini saja ya…sepertinya di
kota ini rejeki kita berkah berlimpah, mungkin ini kota yang cocok bagi kita,
yang ditunjukkan oleh Tuhan,” Kata Sofian terhadap istrinya.
“ Iya..Pak mumpung tanah di sini belum begitu mahal
nanti bila sudah semakin pesat dan banyak pendatang masuk pasti harga tanah akan
berlipat-lipat “
“ Kita cari yang sesuai keinginan kita, bisa untuk
usaha, tidak terlalu jauh dengan kota dan sekolahan anak-anak “
“ Nanti Tanya-tanya ke tetangga siapa tahu ada info
tanah hendak dijual..
. “
. “
“ Oke, besok saya cari info, siapa tahu jadi rejeki kita “
Begitulah, rejeki, hidup, mati semua sudah ada yang
mengatur, kita manusia hanya wajib berusaha dan berdoa saja.
b e r s a m b u n g...
Posting Komentar
Posting Komentar