Pagi-pagi Imoeng dibantu oleh mertua dan beberapa
tetangga sudah masak membuat Nasi Gudangan, lengkap dengan lauk pauknya, tahu,
tempe goreng, ikan teri asin kecil-kecil, telur rebus, perkedel kentang,
perkedel jagung, dan tak lupa 3 buah ayam ingkung, sudah siap untuk di
hidangkan. Bancaan duduk pandemen
segera dimulai.
Tikar digelar di tengah-tengah tanah yang hendak
dibangun rumah. Nasi gudangan, ayam ingkung dan semua lauk-pauk, pisang, kembang boreh sudah tertata di dalam
tampah, yaitu wadah lebar bulat dari bambu.
Tetangga kanan kiri yang diundang, para tukang, dan
seluruh anggota keluarga sudah berkumpul duduk melingkari hidangan. Dan beberapa piring bubur merah putih.
Jam 7 pagi Pak Ustad datang, untuk membacakan doa
dan sedikit ceramah buat tuan rumah dan para tukang sebelum memulai bekerja .Soian
sengaja memanggil seorang ustadz yang tidak hanya untuk berdoa, namun juga
memberikan sedikit wejangan untuk yang hadir pagi itu.
Setelah pembacaan doa dan sedikit ceramah oleh
Untadz, dilanjutkan dengan acara makan bersama, semua dalam kebersamaan. Baik
mereka yang asli dari Tabalong maupun yang pedatang dari Jawa. Baik yang punya
kerja maupun para pekerja. Sofian juga mengundang teman-temannya di KSP ‘Damai’
Tabalong untuk ikut bancaan dan sarapan di tempatnya.
Penggalian tanah pertama untuk fondasi rumah
dilakukan sendiri oleh Sofian, kemudian dilanjutkan oleh para tukang dan
tetangga kiri-kanan yang membantu, sehingga dalam sehari semua lubang untuk
menanam fondasi rumah sudah tergali.
Sementara di dapur Imoeng dengan dibantu oleh
saudara dan tetangga memasak untuk makan siang dan membuat wadai/ kue untuk
teman minum kopi sore hari setelah pekerjaan untuk hari itu selesai.
“ Bikin wadai apa Buk..ae..hari ini “ Tanya tetangga
yang ikut membantu di dapur.
“ Banyak pisang itu Cil, bikin Sanggar saja, ada petis juga itu…” Jawab Imoeng.
Sanggar adalah pisang goreng tetapi
pisangnya dipilih yang agak mentah tapi sudah tua, diolesin tepung terus
digoreng. Cara makannya dengan petis yang sudah diberi cabai sehingga agak
pedas-pedas, gurih dan manis rasanya.
“ Nyaman ae…”
“ Dikupas semua itu Cil…biar banyak yang makan…”
“ Ulun mau jua Cil…kadak cukup kalau sebuting..ha ha
ha..”
“ Makanya goreng saja sabarataan…”
“ Siap Boss….” Gurau Mamak Fais yang sudah memegang
pisau untuk mengupas pisang dengan cekatan, dibantu oleh Mamak –mamak yang
lainnya.
Setelah asar tiba Sanggar satu tampah sudah siap
dihidangkan beserta bumbu petisnya, yang
sungguh nikmat aromanya.
Karena kesibukan di rumah Sofian sampai lupa janji
mau menemui bosnya di kantor KSP. Maka dia segera menelpon Bos Damang untuk
meminta maaf karena sudah terlanjur sore.
“ Assalamu’alaikum..Boss”
“ Wa’alaikum salam Mas Sofian, maaf saya sudah di
bandara Syamsudin Noor mau pulang Kudus dulu mengantar nyonya dulu Mas, besok-besok
saja ya kita bicara kalau ketemu .”
“ Oke…Boss !, saya tadi mau minta maaf tidak bisa ketemu
boss hari ini, karena haur jadi lupa,
sudah sore begini baru ingat kalau sudah janji dengan Boss…”
“ Tidak apa-apa Mas…saya tahu pasti hari ini Mas
Sofian sibuk sekali, karena hari pertama mendirikan rumah, pasti banyak yang
harus dikerjakan.”
“ Iya..Boss, tapi syukurlah hari ini lancar dan
cuaca juga cerah jadi tak ada halangan apapun juga…”
“ Iya..Mas, sudah diurusi dulu pekerjaannya semoga
rumahnya cepet selesai, mungkin saya baru minggu depan bisa ke Banjar lagi.”
“ Iya ..Boss, semoga urusan dengan ibu bisa selesai
dengan baik-baik….”
“ Okey ..terima kasih Mas, maaf kalau kemarin ibu
merepotkan ya…”
“ Tidak apa-apa Boss, selamat saja, Wa’alaikumsalam” Kata Sofian mengakhir pembicaraan , sambil meletakkan Hp
di meja kerjanya.
Sore itu para tukang dan keluarga yang datang dari
Jawa, dan tetangga sedang berkumpul di beranda rumah sambil menikmati pisang
sanggar bersama petis pedasnya, ketika tiba-tiba Dwi anak Imoeng yang ke dua berlarian
tergesa-gesa masuk rumah dengan diikuti oleh seorang gadis Banjar yang cukup
cantik.
“ Mas Dwi ! ulun
kada’ suka pian berjalanan sama Si Aluh, ulun kada bisa terima Mas..”
Dwi yang diikuti dari belakang diam saja, malah ikut
duduk di beranda dan mencomot pisang sanggar yang masih terhidang di piring
bersama dengan petis pedasnya. Dwi hanya tersenyum saja sambil menikmati pisang
sanggar.
Sang gadis yang merasa tidak dianggap, tanpa
malu-malu masih saja nerocos sambil berdiri bersandar pada tiang rumah.
“ Mas! kenapa diam saja, ulun masih pacar pian kan ?
jawab Mas…”
Imoeng yang merasa risih anak laki-lakinya
dikejar-kejar gadis, apalagi Dwi tampak cuek begitu langsung menegur anaknya.
“ Eeeii, ada apa kalian, Dwi ! kenapa kamu cuek
begitu diajak ngomong Aluh..?”
“ Tanya Aluh Buk, kenapa dia ngejar-ngejar gitu, aku
gak apa-apa kok “ dalih Dwi pada ibunya.
“ Iya..tuh Buk..ae, anak pian, semalam bilangnya
cinta sama ulun, eeh tadi aku melihatnya berduaan sama Riska makan bakso , ulun
kadak terima, Buk..ae..”
“ Sudah-sudah…sini duduk dulu, makan sanggar tuuh..”
“ Kadak mau Buk…sebelum Mas Dwi memberi jawaban “
“ Udah ulun bilang..kadadak..apa-apa Riska, sidin
hanya minta traktir hanja…”
“ Kadak percaya Mas, napa pian megang-megang tangan
sidin jua..”
“ Kadak apa-apa hanya pegang hanja..”
Imoeng meresa gak enak adegan itu dilihat banyak
orang yang sedang duduk santai di beranda lalu menengahi.
“ Udah..sekarang kadadak pacar-pacaran semua…Dwi
juga masih baru memulai buka bengkelnya belum apa-apa sudah main
pacar-pacar…sudah-sudah, sini makan sanggar saja “
“ Ulun pulang aja Buk, awas pian Mas Dwi “
“ Kamu juga masih sekolah kadak boleh pacar-pacaran
dulu, lebih baik belajar saja Aluh “
Tanpa menjawab apa-apa Aluh langsung berlalu pulang,
tanpa permisi, tanpa mengucap salam.
“ Dwi…kamu nggak boleh mainin anak orang gitu…lagian
belum waktunya pacar-pacaran, lebih baik urusin dulu tuuh bengkelmu..!”
“ Siapa jua yang main pacar-pacaran, sidin sendiri
yang datangin ke bengkel…masih berseragam pula..”
“ Iya, tapi awas kamu kalau mainin anak gadis orang,
bisa kena parang kamu lawan abahnya.”
“ Iya ya Buk! aku cuekin aja, kalau mereka pada
singgah di bengkel..”
“ Bilang saja sedang sibuk, gak bisa diganggu “
“ Iya…Buk..”
“ Sudah mandi sana, lihat tuh..bajumu kotor penuh oli…gitu..”
“ Iya, Buk..” Balas Dwi sambil berjalan ke belakang
sambil menyambar pisang sanggar satu
lagi.
b e r s a m b u n g....
Bagus mbak
BalasHapusterima kasih sudah berkunjung dan apresiasinya Pak..
Hapus