Namanya memang Nasi Jangkrik tapi jangan lantas
mengaduk-aduk nasi mencari jangkrik yang mungkin tersembunyi di segenggam nasi
berbungkus daun jati ini.
Karena kamu tak akan menemukannya, jadi hilangkan
dulu pikiran parno tentang jangkrik yang menempel di namanya.
Nasi Jangkrik biasanya hanya ada di bulan Sura, atau
Muharram, tepatnya pada tanggal 10 Muharam saat diadakannya ritual Buka Luwur
di makam Sunan Kudus. Acara Bukak Luwur sendiri biasanya dibarengi dengan
penjamasan pusaka Kanjeng Sunan Kudus dilanjutkan dengan penggantian luwur atau
kelambu yang mengitari makan Kanjeng Sunan Kudus. Setelah itu baru
penyembelihan hewan shodakoh yang akan dimasak dalam jumlah yang banyak,
dibungkus dengan daun jati dan dibagikan kepada masyarakat yang udah mengantri
sejak semalam.
Nikmatnya Nasi Jangkrik ini sekarang bisa dinikmati
di sebuah warung dekat dengan Menara Kudus, yang hanya buka pada malam hari.
Nasi Jangkrik berlauk daging kerbau yang berbumbu
jangkrik atau bumbu campuran cabe merah, bawang merah, bawang putih, kencur,
lengkuas dan santan. Kemudian dimasak selama empat jam lebih, agar bumbu
meresap dan daging menjadi empuk.
Lezatnya nasi jangkrik ini bila dimakan dengan nasi
yang masih hangat dan berbungkus daun jati yang menambah cita rasa tersendiri
nikmatnya.
Sunan Kudus dan Ajaran Toleransinya
Sebungkus nasi jangkrik yang merupakan makanan
kesukaan Sunan Kudus dan Kyai Telingsing , yang merupakan dua tokoh ulama yang
berperan dalam penyebaran agama Islam di Kudus.
Nasi jangkrik ini memang khas menggunakan daging
kerbau, karena hanya daging kerbau yang banyak beredar di Kudus. Karena pada
waktu itu, untuk menghormati pemeluk agama Hindu yang saat itu menjadi agama
mayoritas di Kudus. Sunan Kudus melarang
penyembelihan sapi, yang menjadi binatang keramat bagi umat Hindu. Walaupun
saat itu Sunan Kudus sedang menyebarkan agama Islam, namun tetap menghargai
penduduk yang beragama lain. Tidak ada pemaksaan dalam berdakwah, bahkan dengan
menarik simpati agar lambat-laun masyarakat terbuka dan mau memeluk agama
Islam.
Sampai saat ini penyembelihan hewan sapi masih
jarang dilakukan di kota Kudus, sehingga yang banyak beredar adalah daging
kerbau. Walaupun saat ini agama Islam sudah menjadi agama mayoritas di Kudus, namun
ajaran Sunan Kudus tentang pelarangan hewan sapi masih ditaati sampai sekarang.
Selain pelarangan penyembelihan hewan sapi oleh
Sunan Kudus, bentuk toleransi beragama diwujudkan dengan bentuk bangunan Menara
Kudus, yang menyerupai candi, dan ornament masjid Al Aqsho Menara Kudus yang
kental nuansa budaya Hindu, Budha, Jawa dan Tiongkok.
Beruntung sekali saya bisa menikmati sebungkus nasi
jangkrik yang lezat ini, dan disuguhkan langsung dari Yayasan Menara Kudus di
rumah Bapak H EM Nadjib Hassan yang letaknya persis di sebelah Menara Kudus.
Tepatnya pada saat selesai berlangsungnya Panggung Penyair Asia Tenggara yang
digelar di kaki Menara kudus atau halam depan Menara kudus. Kami beserta para
Penyair yang hadir dari berbagai Negara, seperti Malaysia, Singapura, Brunai
Darussalam, Thailand dan Indonesia sendiri setelah acara selesai digiring
menuju rumah Kyai Nadjib untuk disuguhi nasi Jangkrik, teh hangat dan kacang
rebus sambil bercengkerama dengan para penyair kondang. Rasanya nyaman sekali,
nikmat nasi Jangkrik telah perpadu dengan suasana yang rileks dan santai.
Kamu pingin menikmati lezat Nasi Jangkrik, datang
saja yuuk ke Menara Kudus, tapi harus malam hari ya… Karena Warung Nasi
Jangkrik yang ada di sekitar Menara atau tempat di Jalan Sunan Kudus hanya buka
malam hari jam 19.00 sampai jam 23.00 saja.
Sampai Jumpaaa…
Posting Komentar
Posting Komentar