Jenang atau dodol adalah makan tradisional khas yang
ada di berbagai wilayah Nusantara. Jenang Kudus adalah makanan khas yang
menjadi ikon kota Kudus , sehingga dikenal di seluruh penjuru Nusantara. Karena
selain dikenal sebagai Kota Kretek, Kudus juga dikenal dengan Jenang Kudusnya.
Makanan tradisional yang berbahan baku dari tepung
ketan, santan dan gula kelapa ini mempunyai sejarah yang berkaitan dengan murid
Sunan Kudus yang bernama Syekh Jangkung. Konon katanya, ketika cucu Mbah
Dempok ( Pendiri desa Kaliputu) sedang
bermain di pinggir sungai dan tenggelam
di Kali Gelis dinyatakan meninggal
dunia. Namun Syekh Jangkung menganggap hanya mati suri, dan memerintahkan untuk
dibuatkan bubur gamping .Yaitu bubur
yang terbuat dari tepung beras yang putih seperti gamping ( kapur), gula dan
santan. Ternyata setelah makan jenang gamping cucu Mbah Depok hidup kembali. Sehingga Sunan Kudus bersabda kalau besok desa
Kaliputu akan sejahtera dengan jenang. Sejak saat itu desa Kaliputu tumbuh menjadi pusat pembuatan jenang di kota Kudus.
Untuk mengenang peristiwa tersebut, juga sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena jenang telah menjadi komoditi yang menghidupi warga desa
Kaliputu. Maka setiap tanggal 1 Muharram
(Sura) diadakan Pawai Tebokan. Yaitu Pawai keliling desa dengan membawa ‘Gunungan Jenang’ dan berbagai macam produk jenang , dan diikuti oleh
seluruh warga desa Kaliputu yang menjadikan
jenang sebagai mata pencaharian hidup. Acara Tebokan dulu digagas oleh ibu Hj.
Maslikhah pendiri Jenang Menara, namun baru terealisasi pada tahun 2000 oleh
putra beliau, Ali Marzuki yang memegang Jenang Menara saat itu. Kirab Tebokan sekarang
sudah menjadi event tahunan oleh Dinas Pariwisata Kudus.
Jenang Menara
Salah satu perusahaan jenang yang menjadi pelopor di
desa Kaliputu adalah “Jenang Menara”
yang beralamat di Jalan Sosrokartono 228 telpon 08290904957. Perusahaan Jenang
Menara dirikan pada tanggal 27 Mei 1982 oleh sosok ibu inspiratif, yaitu ibu
Hj. Maslikhah yang saat itu berstatus janda dengan 9 putra. Oleh ayahnya ( H.
Noor Ali, kepala desa Kaliputu saat itu),
Hj. Maslikhah disarankan untuk membuat jenang seperti usaha yang telah dirintis
adiknya, yaitu Hj Mastuni yang lebih dahulu mendirikan perusahaan Jenang Muria.
Jenang Menara yang pada awal pendirian 27 Mei 1982, hanya mengolah 10 kg beras ketan dan itupun
habis terjual dalam 1 minggu. Pemasarannya
pun masih sederhana, hanya dititipkan pada toko-toko yang menjual makanan
oleh-oleh di sekitaran Kudus saja. Sekarang ini
(sebelum Covid-19) Jenang Menara
mampu berproduksi rata-rata 2 kuintal per hari. Dengan jumlah karyawan tetap 20
orang, bila hari libur lebaran dan akhir tahun akan memproduksi jenang lebih banyak
, jumlah karyawan pun ditambah dengan karyawan pocokan.
Pada awal berdirinya, Jenang Menara dikemas seperti lilin dengan
bungkus plastik bertali kanan- kiri, namun sejak tahun1990 jenang Menara sudah
berbentuk seperti dodol dengan bungkus plastik kecil-kecil tanpa tali, kemudian
dimasukan dalam kemasan dos atau stoples, ada juga jenang refil tanpa tempat
kemasan (setelah ditimbang dimasukkan dalam plastik biasa).
Soal rasa , Jenang Menara yang dulunya hanya
memproduksi yang original saja, sekarang mempunyai berbagai varian rasa.
Seperti jenang wijen, jenang rasa jahe
(alami), jenang rasa durian, jenang rasa nangka, rasa cocopandan ( menggunakan
sari buah asli, bukan esense). Namun menurut Mbak Siti Marzuqoh S.Ag putri dari
ibu Hj. Maslikhah, varian jenang yang banyak digemari adalah jenang bertabur
wijen dan jenang original tanpa rasa. Varian rasa ini akan bertambah dan selalu
dikembangkan, pada saat lebaran dan liburan akhir tahun akan diproduksi juga
jenang ketan hitam, jenang kacang, jenang kelapa muda, jenang keju dan jenang
lapis coklat. Harga jenang pun bervariasi tergantung rasa, mulai dari
32.000-42.000 per kilogram.
Kalau kita datang sendiri ke toko Jenang Menara di
Kaliputu Kudus, kita bisa mencicipi jenang yang hendak kita beli terlebih
dahulu. Karena disana tersedia jenang refil yang akan ditimbang lebih dahulu
kalau kita membeli, baru kemudian dikemas dalam wadah.
Cara pemasaran Jenang Menara selain digelar di toko
oleh-oleh milik Jenang Menara sendiri, juga dikirim ke berbagai daerah oleh
para sales makanan dengan cara konsinyasi atau titip jual.
Sejak ibu Hj. Maslikhah meninggal pada tahun 2011,
maka jenang Menara dikelola oleh putra-putri beliau secara bergantian 5 tahun
sekali. Dengan syarat putra itu tidak mempunyai usaha yang sama, karena saat
ini 2 putra beliau menggeluti bidang
usaha yang sama, dengan mendirikan perusahaan jenang sendiri.
Jenang Menara menghadapi Pandemi Covid -19
Adanya Covid-19 membawa dampak pada semua segi,
termasuk pada UMKM yang menggerakkan usahanya tergantung dengan banyak hal.
Perusahaan Jenang Menara adalah salah satu UMKM yang kena dampak dari pandemi ini. Karena
jenang adalah makanan yang dibeli pada saat orang wisata / berlibur sebagai
oleh-oleh. Adanya pandemi Covid-19 dan juga sesuai anjuran pemerintah untuk di
rumah saja, otomatis tidak ada lagi orang berpergian dan berwisata. Pembeli
jenang pun tidak ada. Otomatis produksi mandeg, karena tak ada pembelinya. Bahkan saat lebaran Idul Fitri yang biasanya
ramai-ramainya orang mudik dan membawa oleh-oleh juga tak ada lagi.
Jenang Menara sempat berhenti berproduksi selama 2 bulan, yaitu bulan Maret dan April.
Sedangan bulan Mei, saat lebaran tiba mulai memproduksi kembali walaupun
sedikit. Karena hanya memenuhi permintaan setempat, untuk berlebaran lokal
saja.
Sebagai bentuk kepedulian pada karyawannya, pihak Jenang Menara memberi santunan 5 kilogram beras setiap bulan kepada karyawan
tetapnya.
Mulai bulan Agustus kemarin, produksi jenang mulai
menggeliat lagi walau tidak seperti semula. Seminggu memproduksi sekitar 2
kuintal jenang saja, padahal pada awalnya sehari memproduksi 2 kuintal jenang.
Harapan besar semoga pandemi segera berakhir, dan
wisatawan pun bisa berkunjung pada tempat-tempat wisata religi yang ada di
Kudus. Yang otomatis akan menggerakan kembali roda perekonomian Indonesia,
terutama daerah seperti Kudus ini.
Manis dan legitnya Jenang Kudus semoga akan
tetap bernasib manis sebagai makanan
tradisional favorit di kota Kudus. Dan
orang-orang di luar daerah pun ikut merasakan legit dan manisnya jenang ini.
Jenang Menara akan tetap selalu tegar bagai Menara
Kudus, yang mampu bertahan sebagai warisan budaya sejak jaman Sunan Kudus hingga saat ini.
Terima kasih
Terimakasih kak
BalasHapus