Puisi – puisi Sri Subekti Astadi
Puisi : 1
Buruh Mbatil Rokok
fajar belum juga menyingsing,
ketika sekelompok wanita perindu
matahari berkejaran
melupakan mimpi yang tak berlanjut saat
Tahajud
menerabas dingin dengan asap menyesap
menyusur koridor, menangkup embun dengan harap merasuk
aroma tembakau meruar, tertanam sangat dalam dan diam
tangannya terampil, kalahkan mesin
dengan ujung gunting
agar siang nanti dapat membawa pulang selembar uang berwarna biru
buat sangu anak dan sedikit makan enak
bisa membeli cabai, tahu dan tomat sudah
nikmat
tak perlu jauh ke Kliwon atau Bitingan
bakul tiban pun sudah menunggu di
parkiran
berderet angkot pun menanti, untuk
mengangkut kami kembali
berjejal bahkan bertumpuk di dalam
angkot seperti tak manusiawi
apakah kami mengeluh, Tidak ! yang
terpikir segera sampai di rumah
umbah-umbah, isah-isah dan resik-resik
menanti
karena kami adalah wanita sejati
istri,
ibu bahkan nenek yang mandiri
yang datang jauh meninggalkan brak-brak
Mbitingan, Pengkol, Mburikan, Mbarongan, Nggawon , karangbener dan Nggebog
dan esok pagi-pagi pasti kami akan di
sini lagi
jangan ditanya kemana lelaki kami,
karena hanya menadah tangan pada suami
bukan kami
kalau hanya sekedar untuk membeli
daster, tahu, tempe atau terasi
tak usah sebut juga sebagai Kartini
sebab kami bukan keturunan priyayi
apalagi sebagai Pahlawan sejati
karena ini sudah jalan hidup kami
selagi tangan masih bisa menari
dan kaki masih sanggung berdiri
tak ada keluh, apalagi merasa tersakiti
biar anak-anak kami bisa sekolah tinggi
Salam fiksi
Sri Subekti Astadi
Posting Komentar
Posting Komentar