Puisi-puisi Karya Sri Subekti Astadi Untuk Event Erupsi Gunung Berapi
(Puisi 1 )
Mengenang Muria
mengenang Muria, adalah mengenang Bapak yang tak lelah menggandengku, terkadang mengendongku menapaki 950 anak tangga di gunung Muria yang terjal
"Kamulyan kuwi kudu digoleki, Nduk Seperti menapaki anak tangga ini" kata bapak saat aku protes karena letih diperkenalkan aku kecil, pada makam yang selalu padat penziarah "Kalau sudah sampai di sini, tak ada keluh , karena sudah bertemu pepunden leluhurmu, Nduk !" jalan terjal hanya cara, yang akan terobati dengan segarnya air gentong dan masam buah parijoto
mengenang Muria, adalah mengenang Bapak yang disaat liburan tiba, membawaku di desa Colo, di lereng gunung Muria kesederhanaan, ketangguhan dan kerja keras diperkenalkan padaku mandi ke sumber air, yang ada jauh di bawah bukit, melawan dingin yang sering kandas gigil, sunyi dan gelap terus menjalin bila malam hinggap menikmati nasi dengan kuluban, dan peyek teri penahan rasa nikmat "Kamu harus bisa, Nduk. Kuwi lelakon urip", tutur Bapak agar aku tetap semangat
mengenang Muria, adalah mengenang Bapak bila panen tiba, lelah kaki kadang tak terasa, memandang kopi yang merah merata Alpukat, jeruk Pamelo , dan gedang Byar sepakat untuk diikat parijoto, jangklong dan ganyong cukup dicangklong daripada menanti harga cengkih yang sering ringkih tanam apa saja yang bisa jadi duit
"Syukuri wae ,Nduk. Kuwi rejeki yang sudah tertitah " nasehat Bapak biar aku tak lagi berkesah
mengenang Muria, adalah mengenang Bapak yang kini masih menyisakan hamparan ladang dengan seribu kenangan mewariskan padi dan juga huma yang lapuk dimakan sepi dan rasa sehat berkat pencak silat jurus SK Muria menziarahi Mbah Sunan Muria dengan penuh hakekat kapan saja bila dapat sekarang aku hanya mampu taburkan Al- Fathekah buat bapak agar Muria terus mengenang seputih kelambu di makam Mbah Sunan Muria
Posting Komentar
Posting Komentar