Sudah hampir sebulan suamiku diterima
kerja di sebuah perusahaan tambang batubara di pedalaman Kotabaru Kalimantan Selatan. Namun karena belum
mendapatkan rumah kontrakan di tempat kerja yang baru, sementara aku belum bisa mengikutinya jadi masih tinggal di
kontrakan yang lama yang jauhnya kira-kira 7 jam perjalanan dari tempat kerja
suami yang baru. Jam kerja suami yang
dari subuh sampai selesai maghrib membuat suami tak ada waktu untuk
mencari-cari rumah kontrakan baru apalagi banyaknya pendatang baru yang butuh
tempat tinggal di desa itu. Saat libur tiba suami akan mencari banyak info dan juga mensurvai
rumah kontrakan yang sesuai dengan
kriteria kami.
Akhirnya dapatlah sebuah rumah yang
tidak jauh dari tempat kost suami sementara.
" Udah dapat, Nok! rumahnya
lumayan besar dan halamannya juga luas, tidak terlalu jauh dengan tetangga
kanan kiri, tapi
rumahnya lama tak berpenghuni...ini mau dibersihkan dan diperbaiki dulu. Kalau sudah selesai nanti
kamu bisa nyusul kesini...". Begitu laporan suami saat menelponku
tadi malam.
Paginya aku beresin dan mengepak semua
barang untuk segera pindahan, karena sepi juga hidup sendiri di perantauan.
Kami hanya hidup berdua, aku dan suami karena kami belum dikaruniai anak.
Dua hari kemudian suami menelpon bahwa
barang-barang bisa dikirim
ke sana dulu dengan menyewa kendaraan
truck. Walaupun proses bersih-bersih dan perbaikan rumah belum selesai semua, aku bisa segera menyusul setelah semua barang
terangkut kesana. Aku tidak bisa ikut
bersama truck, karena tidak mungkinlah seorang wanita ikut bersama truck seorang diri.
Sehari setelah barang terangkut semua, aku segera pamit dengan
yang punya kontrakan dan tetangga kanan kiri, yang selama saya sendiri
ditinggal suami pindah kerja telah berbaik hati menemani.
Dengan naik taxi antarkota dan
menyebrang laut naik
kapal Ferri dilanjut dengan perjalanan menggunakan speatboat akhirnya aku beranikan
menyusul suami seorang diri.
Walaupun daerahnya sangat terpencil dan
asing tapi aku
harus berani menempuhnya seorang
sendiri. Suami tidak bisa menjemput
karena tidak ada libur.
Ketika hendak menyebrang ke
desa tempat suami tinggal, dari Kotabaru aku harus melanjutkan perjalanan
menggunakan speetboat. Beruntung sekali paman taksi yang aku tumpamgi dari
terminal menurunkan aku di pelabuhan speedboat khusus buat karyawan perusahaan
tambang tempat suami bekerja, sehingga aku bisa naik speedboat perusahaan yang
harusnya mendaftar dulu namun karena kebaikan petugas pelabuhan aku
diperbolehkan ikut serta naik speedboat tanpa mendaftar dulu. Mungkin dia kasihan,
melihat aku membawa barang banyak dan kelihatan asing. Speedboat perusahaan
yang hanya berisi 23 penumpang itu segera meninggalkan pelabuhan menuju
pelabuhan
Karena kalau tidak
diperbolehkan naik speedboat perusahaan bisa-bisa aku harus naik speedboad umum
yang berpenumpang 5 orang dan pengamanan kurang dalam menentang arus gelombang
yang lumayan besar di sungai Kelumpang.
Syukurlah...akhirnya aku sampai juga ke
desa tempat suami tinggal, walaupun sebelumnya sempat dag-dig dug karena
tiba-tiba sinyal telpon hilang dan suami
juga tidak memberi alamat yang jelas padaku jadi aku tidak bisa bertanya pada
orang dimana rumah suamiku tinggal.
Desa ini tak begitu luas jadi suami
mudah menemukan aku setelah aku juga kebinggungan sewaktu ditanya sopir bis
yang aku tumpangi....
" Hendak turun mana pian, Bu "
“ Entahlah , Paman.
Ulun hanyar
sampai dan kurang tahu suami tinggalnya dimana, karena sinyal hpnya juga hilang
Man...” jelasku pada Paman sopir bis itu.
Aku akhirnya diturunkan di tempat paling
strategis agar suami mudah mencari. Sejam kemudian suami baru bisa menemukanku.
Untuk sementara aku tinggal di tempat
kost suami yang bepenghuni laki-laki semua. Tapi aman saja , suami sudah bilang
ke teman-teman kostnya dan juga kepada
yang punya kost agar aku bisa ikut tinggal di situ beberapa hari sampai calon
rumah kontrakan kami selesai diperbaiki. Lima hari tinggal di kost yang
penghuninya laki-laki semua sungguh membuatku merasa tak nyaman, maka bila pagi
dan siang saya ke calon rumah kontrakan ikut mengawasi orang-orang yang sedang
memperbaiki dan membersihkan rumah. Hingga hari ke tujuh perbaikan rumah sudah
selesai, tinggal saya dibantu tetangga finishing membersihkan lagi
dinding-dinding dan lantai yang terbuat dari kayu Ulin semua, dengan memberi
lapisan kain plastic pada lantai kayu agar terlihat bersih dan binatang dari
bawah tidak bisa masuk ke dalam rumah.
Barang-barang sisa peninggalan penghuni
lama dibakar semua, termasuk beberapa almari dan dipan tempat tidur.
Walaupun sebenarnya belum lapuk juga kayunya, lama tidak dipakai dan tidak tahu
siapa yang makai lebih aman bila dibakar saja. Begitu pikirku.
Akhirnya di hari ke tujuh, aku sudah
bisa menempati rumah kontrakan baru, yang sudah bersih dindingnya juga sudah
selesai dicat warna putih agar terlihat terang dan bersih. Rumah dengan 2 kamar
tidur, ruang tamu, ruang makan, dan dapur yang cukup luas akhirnya aku tempati.
Kata Paman yang menawarkan rumah ini dan
yang menerima uang sewa kami, rumah ini dulu dihuni oleh keluarga yang berasal
dari Sulawesi, mereka punya usaha tambang batubara semacam KUD. Usahanya cukup
lancar kehidupan mereka berkecukupan
sehingga beberapa berabotan yang masih tertinggal juga kelihatan kalau yang
dipakai dulu adalah barang mahal untuk ukuran desa terpencil seperti ini. Semua
sudah di bakar tak ada sisa barang apapun.
Setelah masa kejayaan tambang
ilegal selesai, usaha bertambangan
mereka bangkrut , mereka pergi dan pindah kemana warga tak ada yang tahu.
Karena mereka tidak berpamitan, seperti
saat datang juga mereka tidak mengenalkan diri pada tetangga yang asli orang
desa itu. Pada waktu itu rumah juga masih berjarak lumayan jauh antara rumah
yang satu dengan lainnya. Menurut para
tetangga, dulu rumah itu dihuni oleh sebuah keluarga dengan 2 orang anak yang
masih kecil dan juga seorang kakek tua yang sering membersihkan halaman dan
menjadi penjaga rumah.
Halaman rumah yang cukup luas terdapat
berbagai macam tanaman, seperti mangga kueni
dengan buah yang sangat lebat berada tepat di depan kamar depan sebelah kiri.
Di sebelah kanan terdapat pohon nangka, dan pohon sirsat yang buah yang tiada
hentinya. Sedang di samping kiri yang besebelahan dengan rumah tetangga
terdapat pohon nangka lagi , selain serumpun buah nanas yang berada di depan
jendela kamar yang aku tempati. Sedang di sebelah kanan rumah terdapat kolam
yang cukup luas, entah apa isinya aku kurang tahu, karena hampir seluruh
permukaannya dipenuhi enceng gondok, dan di bibir kolam tumbuh subur serumpun daun pandan, sebelahnya lagi ada
serumpun pohon lengkuas, dan di ujungnya terdapat serumput pohon pisang maholi
khas Kalimantan.
Karena suami kerja siff maka aku sering
di rumah sendiri, kalau pun suami masuk malam pasti siangnya di rumah juga
tidur seharian. Jam kerja yang panjang , sampai sehari 12 jam membuat suami jarang
bisa ikut berkegiatan siang hari. Sendirian di rumah sudah menjadi kebiasaanku
sehari-hari. Paling aku mengurus rumah, masak, dan menyiapkan keperluan suami, setelahnya aku biasa menulis atau online bila sinyal
internet sedang bagus.
Desa tempat aku tinggal hanya diterangi
listrik pada malam hari saja antara jam 6 sore sampai 6 pagi. Selain itu bila
tanggalnya sudah tua, Listrik akan menyala 3 hari sekali. Suasana rumah yang
sering gelap dan sepi membuatku sering ngeri sendiri. Beberapa kali di saat
malam yang gelap dan lagi sendirian aku sering mendengar suara beberapa bocah yang sedang main di dapur. Aku
hanya berpikir mungkin anak tetangga belakang , tapi kadang-kadang suara itu
ramai riuh di saat lebih dari jam 12 malam. Kadang-kadang jelas percakapannya.
Tetapi karena aku kurang mengerti bahasa yang digunakan, jadi tidak tahu apa
yang sedang mereka percakapkan. Remang-remang saja suaranya, aku pun malas
menengok arah suara itu, yang penting pintu kamar sudah aku kunci.
Tak jarang ada suara dan kelebat orang
berjalan dari kamar depan menuju pohon mangga
kueni di depan rumah ,
padahal antara kamar dan pohon mangga tak ada pintu. Sepertinya orang itu
berjalan begitu saja menerobos
dinding kayu rumah ini, dan menghilang setelah sampai di pohon mangga itu.
Suatu pagi yang masih sepi karena banyak
rumah yang masih menutup pintunya, saya melihat seorang kakek yang sudah tua,
dia berjalan ke sebelah kanan rumah menuju kolam. Sekelebat kemudian kakek itu
sudah hilang, aku hanya berpikir lewat mana ya si Kakek itu karena rumah itu
berpagar kayu ulin agak tinggi dan aku lihat pagarnya juga masih utuh semua
tidak bisa diterobos orang. Beberapa hari kemudian aku melihat Kakek itu lagi
tiba-tiba sudah ada di halaman depan, dari mana asalnya tak kuketahui, ketika saat itu aku sedang menyapu halaman.
“
Handak kemana , Kai’…?”
sapaku untuk menghilangkan rasa takutku.
“
Bulik……….” Jawabnya singkat tanpa memandangku.
Akupun meneruskan menyapu daun-daun
mangga kering yang berserakan di halaman rumah. Sesaat ketika aku sadar , kekek
itu menuju ke kolam disamping rumah dan menghilang.
Kejanggalan-kejanggalan yang aku alami
kuceritakan pada suami.
“ Gak usah takut Nok, kita manusia diciptakan
dengan derajat yang lebih tinggi dari mahluk-mahluk itu, kita bisa meminta
perlindungan Allah. Kalau
sedang sendiri gunakan waktumu untuk banyak-banyak membaca Al-Qur’an..” begitu
saran suamiku.
Aku pun berusaha untuk menghilangkan
perasaan takut dengan banyak mengaji, dan kalau kebetulan ada listrik dan
sinyal aku gunakan untuk sekedar membuka-buka FB dan internet. Aku biasa bangun
sekitar jam 3 dini hari guna
memasak nasi bekal untuk dibawa
suami berangkat kerja. Pada
suatu hari saat
sedang sibuk di dapur aku melihat 2 buah kalajengking yang lumayan besar keluar dari celah-celah
dinding kayu yang dibuat rangkap.
Setengah menjerit aku memanggil suamiku yang masih tidur. Suami segera
bangun dan mengambil golok, namun kalajengking itu berjalan lebih cepat dan masuk lagi ke celah dinding
kayu di ruang makan. Hanya satu kalajengking
yang bisa kena sabetan golok suamiku.
Mulai saat itu aku jadi was-was dan
selalu sedia cairan pembunuh serangga, agar mudah membunuhnya bila ada binatang
yang muncul tiba-tiba. Karena selain itu ada banyak sekali binatang kaki seribu
yang bisa menyusup sampai kemana-mana bahkan bisa sampai naik ke tempat tidur
bila tidak diatasi dengan cepat.
Kejadian aneh lagi, terjadi saat aku sedang mandi sore menjelang
maghrib. Baru asyik-asyiknya mandi ada 2 ekor ular merah yang tiba-tiba sudah
berada di dekat kakiku. Betapa kagetnya , aku segera mengambil sebatang kayu
yang ada di jangkauan tanganku. Aku lemparkan kayu ke arah kepala ular itu.
Kepala ular remuk dan mati, tapi ular yang satunya lari kearah kolam di samping
rumah. Tak lama setelah suami pulang
kerja, dan aku minta membuang ular yang sudah mati itu, ternyata bangkai ular
yang telah remuk kepalanya itu sudah tidak ada, entah hidup lagi dan
bersembunyi ataukah dimakan binatang lain, atau mungkin itu binatang pertanda
saja. Entahlah aku tak berani memikirkannya lebih jauh.
Beberapa kejadian membuatku ingin segera
pindah rumah, namun sayang mencari rumah kontrakan agak susah disini. Maka kami
tetap bertahan mesti dengan perasaan was-was. Terutama aku yang lebih banyak di
rumah sendiri.
Tiga bulan sudah suami kerja disini,
berarti aku sudah menempati rumah ini selama 2 bulan. Saatnya suami mendapat jatah
cuti selama 2 minggu. Waktu
libur itulah suami memeriksa kondisi rumah yang ternyata ada papan dinding yang
dihinggapi rumah semut hingga membentuk gundukan tanah yang tebal dekat pada
tumpukan kayu ulin yang tidak terpakai. Dengan bantuan tukang bersih-bersih
suami membongkar dinding kayu yang ada rumah semutnya itu.
Betapa kaget kami…..ternyata disela-sela
dinding kayu yang dobel itu terdapat tulang belulang manusia yang masih
lengkap. Tulang belulang dan tengkorak kecil itu menyelinap telungkup diantara
dua bilah kayu dinding rumah tertutup tumpukan kayu ulin yang lumayan tinggi
dan banyak.
Sepertinya bukan hanya satu tengkorak
namun 2, mereka berhimpit berada di celah dinding yang sempit. Kami segera menghubungi Kepolisian yang
berada di desa kami. Polisi akhirnya yang mengambil dan memakamkan tulang belulang dan tengkorak itu
di pemakaman umum desa itu. Polisi mengadakan penyelidikan terhadap tulang
tulang manusia itu sebelum memakamkannya.
Karena aku juga mencurigai sesuatu yang terdapat di dalam kolam itu,
akhirnya aku melapor pada polisi juga
untuk berkenan menyaksikan menguras
kolam di samping rumah, untuk mengetahui apa yang terdapat di dasar kolam itu.
Benar sangkaanku, tulang belulang
manusia dewasa ada di dasar kolam itu, pakaiannya walau sudah lusuh masih utuh,
warna dan coraknya seperti pakaian kakek yang sering tiba-tiba muncul dan
menghilang di sekitaran kolam itu.
Tidak ada yang tahu kemana kepindahan
penghuni rumah lama, polisi juga susah
untuk mencarinya belum mendapat informasi lebih lanjut sekarang tinggal dimana.
Menurut dugaan sementara kedua anak
tersebut meninggal setelah tercepit diantara kayu-kayu ulin yang tertumpuk di
dinding saat sedang bermain, saat orangtuanya sedang mengalami krisis karena
pertambangannya ditutup. Ada seorang warga yang mengingatnya ayah dari anak tersebut sempat bertanya pada
warga sekitar , apakah ada yang
melihat anaknya bermain di luar. Tetapi
warga tak ada yang mengetahuinya karena keluarga itu tertutup dan kurang
membaur dengan masyarakat setempat pada waktu itu. Rupanya mereka harus cepat-cepat pindah,
mereka segera pergi begitu saja tanpa mencari anaknya terlebih dahulu . Karena
mereka sedang diburu polisi terkait
dengan ijin pertambangan yang illegal. Sedang kapan dan kenapa kematian kakek
di dasar kolam masih belum banyak yang menduga, karena kakek yang biasa bersih
bersih halaman itu memang sudah tua dan sepertinya agak sakit-sakitan. Apakah
kakek meninggal karena terjebur kolam dan dimakan biawak dan binatang lain yang
ada di kolam itu. Semua masih menjadi teka-teki.
Sejak di temukannya tengkorak-tengkorak
itu aku menjadi agak tenang, karena suara-suara gaduh dan bayang-bayang kakek
sudah tidak muncul lagi. Dan tampaknya kami tidak perlu untuk pindah rumah. Aku
hanya selalu berdoa memohon Perlindungan-Nya, agar tak terjadi hal-hal aneh
lagi di rumah ini.
Begitulah misteri rumah
kontrakan kami, yang ada di desa Geronggang Kelumpang Kotabaru. Semoga suatu
saat aku bisa mengunjunginya lagi, desa kenangan dan heroik itu..
Salam hangat,
Sri Subekti Astadi
Bener2 bikin goosebumps pengalamannya mba. Tahun brp tinggal di kalimantannya mba? Saya juga dulu sempat tinggal di bontang kaltim, bagi kami kayu ulin itu kayu yang mahal dan langka, kalau di buat perabotan sturdy banget deh ini kayu.
BalasHapusaku tinggal di kalimantan thn 2006-2013 Mbak, iya...sekarang kayuulin sudah langka dan termasuk yg dilindungi..
HapusTerima kasih salam hangat Mba Fina..
enak dibaca mbak, cukup menghibur. Memberi pengalaman baru meskipun lewat bacaan
BalasHapusTerima kasih dan salam hangat Mbak Salamahy..
HapusKisah horor yg sukses bikin saya meremang, Mbak Sri 😱😄
BalasHapusterima kasih udah singgah dimari mbak Aulia..
HapusSalam hangat selalu..
Wah aku membacanya sampai terkaget-kaget, kok bisa ada tengkorak disana🤔 dan bergidik juga saat membayangkan orang tuanya yang meninggalkan anak-anaknya karena dikejar polisi.
BalasHapusTerimakasih sudah berbagi cerita Mbak!
Iya..Mbak, saking paniknya...karena punya bisnis tambang ilegal itu..
BalasHapustapi ini hanya fiksi kok , Mbak...walau sebagian memang kisah nyata..
Kok bisa itu ada tengkorak? Aku kaget bacanya, ngeri juga ya. Alhamdulillah aman setelah itu, yang paling aneh bagian ular merah, aku kalau jadi mbak udah pingsan kayanya :(
BalasHapusAku sampai merinding bacanya😨😰
BalasHapusWah mbak, pengalaman tak terlupakan banget ya ini, saya yang gak mengalami langsung pun tetap bergidik :(
BalasHapusBaca judulnya sudah meremang, tapi penasaran. Suka cara bercerita mba, mengalir. Untunglah bacanya saat pagi, jadi aman hihi. Bagus diterusin jadi novel niy mba, semangaaaatt 😍
BalasHapusJadi inget waktu di Kalimantan kalau berkunjung ke pedalaman suka ada tengkorak di bagian atap rumah, ga jelas juga itu tengkorak apa mau nanya takut...paling jd bahan bicara sama teman. Keren banget ceritanya... bikin penasaran sampai akhri^^
BalasHapushaduh duhh mbak intronya udah lumayan spooky ya lanjutiiin mbak *sembunyi di balik slimut
BalasHapusaku baca sampai habis, nggak pake kedip..haha..bikin penasaran dari awal, ini beneran atau nggak bu? tapi kayak beneran sih kalau cuma fiksi..:)
BalasHapustulisan ini saya baca sampai 3 kali.... dan cukup merinding membayangkannya...
BalasHapusMba..kok bacanya serem banget sih. Klo aku yg disitu udh nangis melulu deh...kuat mbanya...
BalasHapusYa Allah Bun, kuat banget bisa menjalani keseharian di rumah angker seperti itu..aku bacanya saja merinding...Alhamdulillah dikasih jalan ya akhirnya ketemu penyebabnya...
BalasHapus