Pertemuan keluarga di ruang Jogosatru baru saja usai. Rapat yang dihadiri oleh keluarga besar
Diparaharja telah memutuskan bahwa Mas Hernowo, harus segera menikah lagi.
Mas Hernowo. suamiku harus menikah
lagi. Waktu yang telah diberikan kepada
kami untuk mendapatkan keturunan telah habis. Delapan tahun pernikahan kami tak
kunjung membuahkan keturunan. Walaupun kami sudah berusaha dengan berbagai
cara, baik dengan cara medis, herbal maupun menuruti berbagai saran dari keluarga
dan kerabat.
Yaa! Aku belum juga hamil, walaupun dokter
tidak menemukan sesuatu keanehan dan penyakit dalam rahimku. Sedangkan keluarga
besar Diparaharja sudah sangat menanti datangnya keturunan dari Mas Hernowo, sebagai anak laki-laki satu-satunya
di keluarga inti Diparaharja. Yang akan menjadi garis
keturunan penerima warisan, berbagai macam amanat dan perusahaan keluarga,
mempunyai anak laki-laki menjadi syarat utamanya.
Keluarga Diparaharja yang merupakan
keluarga besar yang mempunyai beberapa usaha di bidang industri rokok kretek
dan pengolahan gula tebu dan industri batik tradisional khas Kudus. Untuk
meneruskan dan melestarikan usaha pada turun temurun keluarga besar
Diparaharja. Mas Hernowo adalah anak laki satu-satunya karena semua saudara
seayahnya adalah perempuan. Walaupun
Mbah Diparaharja mempunyai 3 orang istri. Tetapi dari semua istrinya tidak ada
yang mempunyai anak laki-laki, kecuali ibu dari Mas Hernowo sebagai istri ke tiga yang melahirkan anak
laki-laki, yaitu Mas Hernowo sendiri.
Ini sudah menjadi konsekuensiku menjadi
istri Mas Hernowo, karena sebelum kami menikah aku sudah dijelaskan terlebih
dahulu dalam suatu rapat keluarga besar Diparaharja ini. Bahwa kami harus
mempunyai keturunan terutama laki-laki dan kami diberi waktu selama delapan
tahun untuk mengusahakannya. Delapan
tahun waktu yang sangat melelahkan bagi kami. Aku dan Mas Hernowo berburu dokter kandungan
terbaik serta menjalani berbagai perawatan untuk mendapatkan keturunan. Belum
lagi pengobatan non medis dan herbal semua telah aku jalani. Namun hasilnmya
tetap nihil.
Inilah sebabnya, aku harus merelakan
suamiku untuk menikah lagi demi untuk memperoleh keturunan yang dinanti-nanti
keluarha Diparaharja.
*********
"Sebenarnya aku tidak bisa menerima
keputusan ini, Jeng...," kata Mas Hernowo ketika kami sudah berada di
kamar berdua. Aku hanya bisa diam
memandang ujung soko yang sebagian ada
di dalam kamar kami. Hatiku yang sudah
kuatur bertahun-tahun lamanya seolah porak poranda lagi.
"Dari awal aku mencintai Jeng,
bukan karena rahimmu. Aku sangat mencintaimu seutuhnya, Jeng "
aku masih membiarkan Mas Hernowo bicara sendiri karena pikiranku
melayang pada peristiwa sepuluh tahun yang lalu. Saat aku mengenal Mas Hernowo
sebagai kakak angkatan di kampusku.
Perhatian, ketulusan dan
kesederhanaannya lah yang membuat aku jatuh cinta padanya. Mas Hernowo sama
sekali tidak menampakkan bahwa dia anak keturunan dari dinasti industri kretek di kota Kudus.
Tidak seperti beberapa laki-laki lain yang sok perlente saat mendekatiku. Prestasi Mas Hernowo sangat bagus di kampus,
pintar, cerdas, gemar berorganisasi dan
juga berkesenian. Berbagai acara kesenian daerah di kampus diikutinya bila
tidak mengganggu jam kuliah. Mas Hernowo menjadi lulusan terbaik dan termuda
saat itu. Aku kagum dengan prestasinya.
Saat mendekatiku, Mas Hernowo selalu
sopan dan menyenangkan terhadap orang tuaku. Sehingga bapak ibu pun kepincut
sosok Mas Hernowo. Bapak sempat
terkejut setelah mengetahui bahwa Mas
Hernowo adalah putra dari keluarga Diparaharja. Seolah Bapak sudah melihat akan
ada beban berat di pundakku bila aku bersuamikan Mas Hernowo. Apalagi setelah mengetahui bahwa Mas Hernowo
putra satu-satunya di keluarga tersebut. Tetapi kami telah saling mencinta, dan
mungkin dipisahkan lagi, dengan segala konsekuensi tentunya. Aku pun siap
menerima Mas Hernowo sebagai suamiku dengan segala resikonya.
************
"Aku ingin Jeng bicara, jangan
hanya menerima keputusan saja. kalau memang Jeng tidak bisa menerina perlakukan ini, bicalah Jeng!. Karena
aku juga keberatan, Jeng." Mas
Hernowo tampak sedikit emosi dalam berbicara, aku membiarkan saja.
"Aku tidak akan sanggup
melakukannya, Jeng ! Aku sangat
mencintai Jeng. Aku tidak bisa
menduakanmu, aku tidak sanggup, Jeng
!" Mas Hernowo agak keras berbicara
walau kami duduk bersebelahan, terpaksa membuatku menoleh padanya. Air mata
bening di sudut mataku segera kuhapus. Aku harus tegar. Aku harus bisa memberi semangat pada Mas
Hernowo untuk bisa menerima keputusan keluarga. Aku harus menguatkannya, bukan malah ikut
larut dalam romantisme seperti ini. Karena aku sendiri sudah menerima keputusan itu,
sejak awal kami menikah.
"Mas, kita tetap masih bersama kan Mas, walaupun Mas bukan lagi milikku seutuhnya, paling tidak
kita masih bisa saling memandang dan bertegur sapa tiap hari," aku mencoba tegar, walau hatiku terasa teriris
sembilu.
"Aku tahu Jeng pasti akan terluka.
Jeng tidak bisa membohongi aku, dengan ketegaran yang jeng tampakkan. Aku tidak bisa menyakiti wanita yang sangat
aku cintai, Jeng," jelas Mas
Hernowo sambil merapatkan badannya ke tubuhku. Aku merasakan ada cairan bening hangat yang
hinggap di pipiku saat Mas Hernowo pelan-pelan menciumku dan memelukku
erat-erat.
"Besok masih ada pertemuan keluarga
lagi, Jeng. Semoga kita diberi kesempatan untuk berbicara . Tolong Jeng katakan, kalau Jeng
keberatan. Saya yakin mereka pasti akan
menerima dan mencari solusi lain, toh keponakan-keponakan kita juga banyak yang
laki-laki. Mereka juga berhak meneruskan jalannya perusahaan, tidak hanya dari
keturunan kita. " Mas Hernowo berusa mempengaruhiku agar aku melawan
keputusan keluarga besar yang merugikan aku dan suamiku.
"Kita tunggu besok, Mas. Semoga
mereka mau menerima alasan kita, bahwa kita saling mencintai dan tak ingin ada
orang ketiga diantara kita," aku
hanya menimpali sekenanya pendapat suamiku. Karena sebagai
wanita aku sudah sangat pasrah, apa yang menjadi keputusan keluarga dan
suamiku. Aku jadi ingat petuah dan
nasehat sesepuh yang diberikan saat kami hendak menikah dahulu. Sebagian orang Jawa masih menganggap bahwa perempuan
hanyalah sebagai wadah atau cawan dari
permata mulia milik laki-laki. Perempuan
hanya sebagai emban, sebagai klangen kehidupan laki-laki. Sehingga
laki-laki berhak untuk berpoligami bila diperlukan.
***********
Esok harinya, rapat keluarga besar
Diparaharja digelar kembali. Aku dan Mas
Hernowo juga turut di dalamnya. Tetapi
aku sudah tidak diberi kesempatan untuk berbicara, bahkan mereka memberi
pengertian padaku akan posisi perempuan Jawa harus eling karena posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki sebagai
takdir Tuhan. Perempuan harus isin
yaitu harus memiliki rasa malu dan bisa menahan diri untuk tidak melakukan
hal-hal yang tidak perlu. Perempuan
harus sabar dan tangguh menghadapi berbagai cobaan hidup, serta harus legawa,
yaitu rela menerima kondisi seberat apapun dan pantang mempertuntutkan hawa
nafsu. Aku hanya bisa diam saja mendengarkan
putuah sesepuh keluarga. Mas Hernowo di
sebelahku hanya mampu menggenggam tanganku erat-erat. Karena sekali dua kali Mas Hernowo hendak
berbicara namun tiada digubris sama sekali.
"Hernowo ! Engkau hanya akan
mempunyai hak bicara..dan wewenang semua warisan keluarga Diparaharja bila nanti
sudah mempunyai keturunan, sebelum itu kamu hanya dianggap sebagai anggota
keluarga biasa, kamu harus ikut peraturan yang sudah ada di keluarga besar
Diparaharja." Mas Hernowo pun hanya
bisa mengangguk lemah.
Pada rapat kali ini sudah diputuskan
siapa wanita yang hendak menikah dengan suamiku. Kami tidak diberi kesempatan
untuk memilih sendiri. Karena para tetua sudah memperhitungkan dari segi bibit, bobot dan bebet. Bibit seorang wanita bisa dilihat dari
keturunannya, bobot merupakan kualitas
dan karakter baik seorang perempuan, sedangkan bebet bisa dilihat dari ciri-ciri fisiknya yang sempurna sebagai
wanita.
Pilihan sudah dijatuhkan. Siti Sholeha, putri dari Kyai Danuri, seorang Kyai sepuh di kota Kudus.
Gadis lulusan pondok pesantren di Jawa Timur. Aku memang belum pernah bertemu dengan gadis
itu, walau pernah
beberapakali mengikuti pengajian
yang digelar bapaknya .
Keputusan rapat sudah bulat. Tinggal
pelaksanaannya saja. Besok akan diadakan
acara nakokke , utusan dari pihak
keluarga Diparaharja akan berkunjung ke tempat tinggal Kyai Danuri. Selanjutnya
segera akan diadakan acara lamaran,
sambil berunding kapan acara pernikahan akan dilaksanakan, menurut perhitungan
hari baik kedua mempelai dan keluarganya.
Pihak keluarga menginginkan secepat
mungkin pernikahan segera laksanakan. Mas Hernowo sendiri sekarang berubah agak
pendiam. Aku menyadari kegundahan
hatinya. Dia sebenarnya tidak ingin melakukan apa yang telah menjadi keputusan keluarga, Mas Hernowo
seperti sungkan kepadaku. Sedangkan aku
tetap berusa tenang dan menerima semua ini. Walaupun hatiku terasa hancur, bagaimana
tidak, aku harus berbagi suami. Harus ada orang lain diantara kami. Aku takut bila nantinya mereka sudah mempunyai
keturunan akankah Mas Hernowo sedikit demi sedikit berubah dan menjauhiku. Aku akan kesepian sendiri. Tapi bila mengingat keadaanku yang belum juga
berketurunan aku harus rela, aku harus berkorban demi keluarga besar Diparaharja
ini.
"Pengorbananmu akan dibalas sing Kuasa, Nduk ! sing sabar lan sumareh yo," begitu pesan ibu mertuaku yang sudah biasa
hidup bersama madu-madunya. Ibu tampaknya mengerti akan kegelisahan dan
kesedihannku. Sehingga ibu memberiku
kesibukan untuk mengurusi usaha batiknya.
Semakin dekat hari H kesibukan semakin
meningkat, rupanya akan diadakan upacara pernikahan secara besar-besaran
seperti permintaan keluarga keluarga Kyai Danuri. Aku tidak mengerti apakah
mereka juga mempertimbangkan perasaanku atau tidak. Aku tidak pernah dimintai pendapat lagi .
Kecuali soal dekor Ranjang Pengantin dan pernak-perniknya mereka meminta pendapatku. Karena kamar pengantin nantinya ada di kamarku
sebagai kamar utama yang terletak di Sentong
tengen, maka aku harus pindah kamar. Aku memilih tinggal di gladak yang agak tertutup, karena letaknya
ada di bawah ruang Jogosatru , jadi
aku bisa lebih leluasa menyendiri. aku ingin menyelesaikan beberapa karya
fiksiku yang sempat terbengkalai.
Sehari sebelum hari H. aku dan Mas
Hernowo masih menempati kamar utama, baru esok sebelum di gelar upacara
ijab-qobul ranjang pengantin itu akan dipasang dan dihias disini. Malam ini
menjadi malam yang terakhir aku memilki suamiku secara penuh.
"Jeng, kenapa harus berakhir begini, maafkan aku
Jeng..." ucap lirih Mas Hernowo di telingaku. "Mas harus tetap tegar,
Mas harus ingat sebentar lagi Mas akan menjadi bapak! Mas akan segera punya
keturunan. Kuatkan hati dan pandanglah masa depan itu dengan lebih baik ! untuk
kebaikan kita semua ini,
Mas. Aku sudah mengiklaskan, karena aku sangat mencintai Mas..." aku hanya
bisa berpura-pura tegar dan memberi semangat pada suamiku.
Malam itu kami habiskan untuk menikmati
indahnya cinta secara penuh, melebihi saat malam pertama dulu. Semalaman kami
tidak ingin melewatkannya. Karena tinggal malam ini saja aku memiliki suamiku secara
utuh, hari-hari selanjutnya masih milikku. Namun aku harus membaginya, aku harus
banyak mengalah dan sabar, agar mereka segera punya keturunan.
*************
Hari yang ditunggu – tunggu pun tiba. Pagi-pagi aku sudah membereskan tempat tidur
yang biasa kami pergunakan bercinta untuk pindah ke
Gladak. Dengan dibantu beberapa rewang
, dalam sekejap tempat tidurku sudah tertata rapi di Gladak. Aku tidak ingin
mengganti spreinya. Sprei yang menjadi saksi indahnya percintaan kami semalam. Bau keringat kami beradu ada di sprai itu. Seharian aku hanya terdiam di Gladak
yang sekarang telah berubah menjadi kamarku. Aku habiskan waktu untuk menulis merampungkan
fiksi-fiksiku. Suara gaduh di luar masih
saja aku dengar, celoteh agak jorok para ibu di pawon, atau kemeriahan yang terjadi di Pendopo dan Pringgitan. Aku tak ingin menengok. Lebih baik aku menguatkan hatiku di sini.
Beberapa saat yang lalu aku membantu tukang dekor yang akan menyulap kamarku
menjadi kamar pengantin buat suamiku.
Aku jadi berperan penting
menghias dan menyiapkan ranjang
pengantin buat suamiku. Karena aku yang tahu persis selera Mas Hernowo maka aku
diminta berperan dalam soal hiasan kamar pengantin. Bagaimana Ranjang Pengantin
dan pernak-perniknya yang disukai Mas
Hernowo, suamiku.. Dengan lapang dada aku melaksanakannya, sebagai tanda
kerelaanku atas pernikahan ni. Walau hatiku terasa hancur memikirkan apa yang
akan terjadi nanti malam antara suamiku dan pengantin wanitanya. Daripada membuatku semakin perih selesai pekerjaan, lebih baik aku segera bergegas kembali ke Gladak. Yang menjadi kamarku saat ini.
************
Tak terasa kemeriahan di luar sudah agak
berkurang bahkan sudah sepi. Ternyata memang sudah malam
, jam duabelas malam. Acara ijab qobul dan pesta pernikahan telah usai digelar.
Samar-samar aku dengar suara langkah
kaki menuju kamarku. Suara langkah kaki yang terburu-buru dan terasa berat.
" Jeng…jeng jeng...bukakan pintu...." Aku hafal betul itu suara Mas Hernowo. Bukankah
ini saat malam pengantinnya. Seharusnya Mas Hernowo sedang menikmati bersama
istri barunya. Bukan malah mencariku di sini. Ketukan di pintu semakin kencang. Maka aku
segera membukanya. "Jeng.....aku tidak bisa Jeng, aku tidak bisa melakukannya, aku hanya
ingin melakukannya denganmu, Jeng…," kata Mas Hernowo yang sudah bersimpuh di
kakiku.
"Mas....akan bisa ! Mas harus bisa
! Mas harus melakukannya! Demi keluarga besar Diparaharja ," kataku sambil membangunkan suamiku yang
bersimpuh di kakiku.
"Mas! Mas tidak boleh bersimpuh di kaki perempuan mandul seperti aku ini ! Mas, masih mempunyai masa depan yang
panjang ! Mas adalah priyagung
tidak boleh berperilaku seperti itu,
bangunlah Mas !”.
" Tidak! Jeng, aku tidak bisa
melakukanya. aku hanya ingin melalukan denganmu wanita satu-satunya yang aku
cintai ," suara pelan Mas
Hernowo yang sudah memelukku erat.
Sementara di belakang Mas Hernowo aku
lihat seorang perempuan setengah telanjang, yang sedang sangat birahi mengigil
kedinginan. Rambutnya yang panjang sebahu, dengan dada yang membusung dan wajah
yang cukup cantik, pastinya akan membuat pria ingin merengkuhnya.. Kenapa dengan Mas
Hernowo. Kenapa tidak mau menyentuhnya. Padahal
dia sudah menjadi miliknya secara sah.
"Aku hanya ingin menuntut hakku
sebagai istri, Mbak !," aku lihat
wajah perempuan itu agak memucat. Aku segera mengambil sprei yang kami
pergunakan bercinta semalam, dan sudah terpasang di tempat tidurku. Aku tutupkan sprei itu ke tubuh wanita itu,
sambil menggamitnya untuk kembali ke kamar utama. Mas Hernowo hanya mengikuti kami dari
belakang. Sesampainya di pintu kamar aku melepas sprai itu dan menyuruh wanita
itu untuk memasangnya di ranjang pengantinnya.
"Mas, pasti bisa melakukannya. ciumlah
bau birahi kita semalam yang tertampung di sprai itu. Mas pasti bisa
melakukannya sekarang !," kataku
pada Mas Hernowo dan segera menutup
pintu kamar dari luar. Aku tidak memberi kesempatan Mas Hernowo untuk berkata
apa-apa. Aku segera kembali ke Gladak ke
tempat tidurku yang sudah usang namun masih sangat nyaman. Aku pusatkan perhatianku untuk terus memuji
dan berdzikir pada Tuhan. Aku sudah tidak memperdulikan perasaanku lagi . Tak
boleh lagi ada air mata menetes. Apalah
artinya aku sekarang, hanya wanita mandul belaka.
Lamat-lamat aku dengar suara orang yang
sedang membang Kinanthi :
Dhuh ger putra putraningsun, nadyan wus
kanthi pinusthi, Marang Hyang Kang Murbeng Titah, graitaning para putri, saprahastha para putra, tarantananing
pamikir. Marma ger aywa sireku, pasang sumeh jroning ati, katitik tyas lan
sembada, marang apngaling Hyang Widdhi, kang widagda tuhu wignya, anyolahken
bawa maring. (diambil dari serat Wulang Putri oleh Sinuhun Paku Buwana IX ).
Keterangan :
jogosatru =
ruang depan dalam Rumah adat Kudus yang biasa dipergunakan untuk ruang tamu.
soko
= tiang pilar pada rumah gebyok adat Kudus , biasanya 4 soko yang menjadi
penjangga ruang jogosatru.
wadah
(cawan) = tempat yang berbentuk cekung. emban = pembantu. klangen = penghias kehidupan. eling = ingat. isin = malu, legawa =
rela , bibit = keturunan, bobot = nilai, kwalitas , bebet = jenis, nakokke = menanyakan
pada pihak keluarga wanita apakah anaknya sudah ada yang melamar atau belum. lamaran = acara pengikat bahwa
seorang wanita sudah ada yang hendak menikahinya. nduk = panggilan untuk anak perempuan Jawa. sentong tengen = ruang bagian belakang dari rumah adat Kudus yang
terletak di sebelah kanan. gladak =
ruang di bawah jogosatru dari Rumah adat kudus, biasanya kosong atau untuk
menyimpan barang berharga. rewang =
orang yang bekerja sebagai pembantu. pendopo
= ruang pertemuan pada Rumah Adat kudus. pringgitan
= ruang untuk pertunjukan pada rumah Adat Kudus. tukang dekor = orang yang mempunyai kepandaian menghias pelaminan
dan sebagainya. pawon = dapur
Seru Mbak ceritanya, aku sampai bisa membayangkan latar yang ada di cerita ini. Masih kental dengan adat jawa, dengan bangunan-bangunan yang juga masih diselimuti kerajinan-kerajinan tangan khas Jawa.
BalasHapusDitunggu Mbak, kelanjutan ceritanya kalau ada :)
Terima kasuh udah baca cerita ini , Mbak Ibel..kapan2 dibikin dah kelanjutan ceritanya ..
HapusSeru mba ceritanya, mainin emosi banget. Kebayang beratnya beban istri pertamanya untuk ikhlas menerima nasib untuk berpoligami.
BalasHapusterima kasih apresiasinya Mbak. salam hangat selalu
HapusCeritanya sarat emosi mbak, setting budaya jawanya informatif. Lanjutkan mbak 👍😉
BalasHapusterima kasih, kapan -kapan pingin bikin lanjutannya..
Hapusterima kasih sudah sudah berkunjung Mbak..
Ceritanya seru mbak...tp klo tulisannya lebih rapih dan kiri kanan jadi lebih enak bacanya...huehehehe
BalasHapuswaah..terima kasih masukannya, Mbak..nanti aku coba otak atik biar bisa rapi ya..Mbak...
HapusWah, alur ceritanya seru nih mbak, jadi ikut menguras emosi, ditambah dengan latar ceritanya masih kental dengan adat jawa 😅
BalasHapusterima kasih apresiasinya Mbak Indah..
Hapussalam hangatku selalu
Aku jadi baper sama ceritanya, ngebayangin jadi Jeng. Ya ampun pasti sakit hati banget tapi gimana juga. Sedih pasti... Aku ikutan emosi mba XD
BalasHapustenang..mbak, tenang..ini hanya fiksi belaka..hehehe..terima kasih apresiasinya ya..
Hapussalam hangat selalu..
ceritanya bagus banget mbak...apalagi terasa banget suasana Jawanya...aku suka banget🥰🥰🥰
BalasHapusterima kasih Mbak, Nining...salam hangat dariku..ya
HapusIkut nyesek rasanya mba. Apalagi part yg 8 taun blm hamil jg. I can feel it. Krn aq jg 8taun bari dikasih momongan. Smg di dunia nyata ga banyak yg kaya gini ya 😅
BalasHapuswaah..tosss kita , Mbak. Tapi jangan terlalu bersedih ya..karena toh ada dan tidak itu sudah takdir...
HapusSalam hangat selalu dariku Mbak..
ini kok jadi ikut emosi ya bacanya wkwk mantap mbak, ceritanya seruu
BalasHapusBagus dijadikan novel ini Bun, kisah setelah menikah dan dimadu pasti banyak yang bisa digali, terus dimasukkan ke aplikasi seperti KBM..sepertinya bakal seru..ditunggu yaa..
BalasHapus