buku Memoar Istri Diplomat, foto koleksi pribadi |
Membaca buku yang ditulis oleh sahabat sendiri ini
seolah memperjelas tentang apa-apa yang terjadi pada sahabatku Yunia
Kusminarsih. Walaupun sebagian cerita dalam buku ini sudah pernah diceritakan
namun ada beberapa yang belum aku mengerti dan aku pahami dan setelah baca buku
ini jadi terasa terang benderang. Yang tadinya masih jadi tanda tanya, mengapa
sih kok begini, kenapa begitu, dan sebagainya akhirnya terjawab sudah lebat
buku ini.
Buku MEMOAR ISTRI DIPLOMAT Dari Bangkok Sampai
Petroria ini ditulis sendiri oleh Yunia Kusminarsih sebagai pelaku atau tokoh
utama dalam buku ini. Buku setebal 247 halaman ini dibagi menjadi 2 episode,
episode 1 adalah perjalanan hidup Yunia dari tahun 1992-2003, yang dibagi-bagi
lagi menjadi 55 judul tulisan ada yang panjang dan ada juga yang pendek tidak
sampai satu halaman. Sedangkan Episode 2 adalah peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam kehidupan Yunia dari tahun 2004 sampai 2022 saat suaminya sudah
pensiun.
Dalam penulisan Buku MEMOAR ISTRI DIPLOMAT ini Yunia
dibantu oleh editor Rr. Ayu Dewi Widowati, penata letak : Clartis, Desain
Sampul : Rico Ananto dan dilengkapi dengan foto-foto pribadi dari Yunia
Kusminarsih.
Buku yang diterbitkan oleh Azkiya Publising dengan
nomor seri penerbitan : 2022-07-096. Buku Memoar Istri Diplomat ini diawali
dengan Persembahan penulis kepada suaminya (Teddy Setyaputra) yang sudah
didampingi selama 30 tahun dalam pernikahan mereka. Kepada anak-anak dan orang
tua penulis serta saudara penulis juga disebut dalam persembahan ini.
Kata Pengantar disampaikan penulis dengan mengutip
ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi yang dijadikan penulis sebagai landasan
penulisan buku ini. Dalam Kata Pengantar penulis tak lupa mengucapkan terima
kasih kepada suami dan juga kedua putranya, yang telah mengijinkan kisah
perjalanan kehidupan berumah-tangga ini dibukukan.
Kisah perjalanan dimulai saat Yunia Kusminarsih telah
menyelesaikan kuliahnya di fakultas Sastra dan Bahasa Universitas Diponegoro. Pada
saat itulah Yunia sudah mulai memikirkan jodoh disamping mencari pekerjaan yang
cocok buatnya. Pada akhirnya Yunia
diterima sebagai tenaga pengajar di Thailand pada Sekolah Indonesia Bangkok,
mengajar anak-anak yang orang tuanya bertugas di KBRI Bangkok.
Yunia juga menceriterakan bagaimana dia bisa sampai
ke Bangkok, dengan melamar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bagian
hubungan luar negeri dan kemudian diarahkan sekolah Indonesia perwakilan luar
negeri mana yang membutuhkan guru Bahasa Indonesia sesuai bidang Yunia, sampai
akhirnya ditempatkan di Bangkok yang saat itu sedang membutuhkan guru Bahasa
Indonesia.
Begitu diterima, Yunia segera mengurus paspor visa,
tiket dan perlengkapan lainnya. Perjalanan ke luar negeri pertama kalinya
dinikmati dengan penuh rasa senang campur deg-degan. Di Sekolah Indonesia
Bangkok (SIB) Yunia menjadi guru kontrak selama 4 tahun.
Enam bulan pertama Yunia mengalami home sick dan
untuk mengatasinya dia banyak mengunjungi tempat-tempat wisata, bersama para
guru, local staff, home staff, dan diplomat KBRI Bangkok. Dia berusaha berteman
dengan siapa saja yang dapat menghibur hatinya.
Yunia juga menceriterakan soal Sosio Culture di KBRI
tentang hubungan antar personal di lingkungan KBRI baik itu diplomat, local
staff, home staff, guru, dan expetarian dan masyarakat Indonesia lainnya yang
tinggal di Bangkok.
“KBRI ibarat kerajaan kecil dan dubes ibarat
rajanya, sedangkan diplomat, dan home staff adalah prajuritnya” begitu tulis
Yunia untuk menggamparkan sosial culture di KBRI yang ditulis pada halaman 10. Ada
kelas-kelas pergaulan yang tak boleh dilanggar. Bahkan “Profesi guru sebagai
pengajar dan pendidik tidak berfungsi maksimal, karena adanya benturan
kewibawaan antara guru dengan orang tua siswa yang mempunyai kedudukan di
Kedutaan” penjelasan Yunia tentang sosial culture di sana.
Di tengah kebimbangan dan keberdayaan sebagai guru,
ada salah seorang diplomat yang mulai kenal dan berhubungan baik dengan Yunia, yang
membuat guru lain tidak menyukainya dan menjadikan sebagai bahan gunjingan.
Melalui Kepala Sekolah salah seorang diplomat yang
baik dengan Yunia menyampaikan kalau menyukainya, yaitu Pak Teddy Setyaputra
(TS), yang berkeinginan manjalin hubungan lebih dekat dengan Yunia. Setelah berkonsultasi dengan orang tua di
tanah air dan berbagai berbagai pertimbangan karena selesih usia antara Pak TS
dan Yunia terpaut 18 tahun, akhirnya Yunia menerina pinangan Pak TS. Banyak
pihak yang tidak suka pada hubungan ini dan berusaha menghalangi. Yunia dan Pak
TS memutuskan untuk menjalin hubungan
lebih serius secepatnya. Pak TS yang bersuku Minang dan Yunia yang perpaduan
Jawa dan Madura akhirnya sepakat untuk segera menikah.
Pada bulan Juli 1992 mereka berdua pulang ke tanah
air untuk mengurus persiapan pernikahan. Minggu, 2 Agustus 1992 pernikahan dilaksanakan
di rumah ayah Yunia di kota Jr Jawa Timur kemuadian dilanjutkan pesta ngunduh
mantu dari keluarga Pak TS di Jakarta. Pak TS sebagai fans berat The Beatles
menyanyikan lagu “Hi Jude” dipersembahkan buat istri tercintanya pada saat
pesta pernikahan berlangsung.
Sayang sekali penulis (saya) yang saat itu diundang
tak bisa menghadiri pernikahan sahabatku Yunia dan Pak TS. Hal ini sama Yunia
disinggung di buku ini pada halaman 20. Maafkan diriku ya, Yun....
Setelah pesta usai kedua pengantin pun kembali ke
Negeri Gajah Putih, yang disambut meriah dengan ucapan selamat dari seluruh
staf KBRI dan guru SIB, serta masyarakat Indonesia yang ada di Bangkok yang saat itu sedang merayakan Peringatan
Kemerdekaan RI ke-47.
Kembali ke Bangkok , Yunia berhenti menjadi guru,
karena ada peraturan istri diplomat tidak boleh bekerja. Mereka tinggal di
Bangkok Apartemen yang cukup luas dengan sewa yang mahal. Namun karena merasa
terlalu besar Yunia meminta untuk menyewa apartemen yang lebih kecil ukurannya. Dengan
sewa yang lebih murah agar bisa menabung lebih banyak.
Yunia dan Pak TS menikmati awal pernikahan dengan
cukup bahagia namun Yunia merasa ada sisi tidak nyaman, karena selain sudah tidak lagi
mengajar hubungan dengan teman sesama guru menjadi tidak harmonis terasa ada
sekat.
Kebahagian itu seolah sirna saat suami mengalami
masalah di kantor, karena posisinya digeser pindah ke bidang lain, dan itu
membuat suaminya bad mood yang menular ke istri. Sampai masa tugas di KBRI
Bangkok habis dan harus pulang ke Indonesia.
Pulang ke Indonesia Yunia dan suami tinggal di rumah
mertua, Yunia berharap suaminya segera mencari rumah sendiri namun sampai berjalan beberapa bulan hal ini
tidak juga dilakukan. Bahkan beberapa bulan itu suaminya tidak mau ngantor, tidak
mau melaporkan kedatangannya kembali ke Indonesia untuk selanjutnya menerima
tugas baru lagi. Berbagai cara dilakukan agar suaminya kembali bersemangat
untuk bekerja kembali. Semua menjadi kesal dan timbul percecokan dengan
keluarga. Hingga membuat Pak TS sadar dan mau pindah mencari rumah sendiri dan
ngantor lagi. Beberapa bulan setelah aktif ngantor Pak TS pun kembali menjabat
sebagai Kasi Vasilitas Diplomatik.
Setelah 10 bulan menempati rumah kontrakan akhirnya
suaminya mau membeli rumah, sehingga secara psikologis membuat Yunia nyaman dan
berdampak baik karena akhirnya Yunia mengandung putra pertama mereka. Tahun
1994 itu putra pertama lahir namun ada kesalahan persalinan sehingga setelah 40
hari persalinan diadakan operasi untuk memperbaiki kesalahan dalam menjahitan
saat melahirkan. Namun hasilnya tidak memnuaskan sehingga terjadi Fistula
Obstetric adanya lubang antara rectum dan anus.
Saat anak pertama mereka umur 9 bulan, Yunia hamil
anak kedua namun sayang karena terlalu banyak kediatan Darma Wanita bayi dalam
kandungan pun gugur.
Tahun 1995 Pak TS akan bertugas
ke luar negeri kembali, sebelum berangkat Pak TS mengikuti pendidikan Sesmadya,
dan Yunia mendapat pendidikan Taribatlu di Pusdiklat Deplu Jalan Sisingamaraja
Jakarta. Karena peran diplomat di luar negeri sebagai representasi negara, maka seorang
diplomat dan istrinya harus memiliki kepribadian menarik, menguasai Table Manner,
lancar berbahasa Inggris, mengerti kebudayaan, serta tahu cara berbusana yang baik.
Tahun 1996 Pak TS mendapat penempatan di Ethiopia
salah satu negara di benua Afrika, sebelum berangkat harus mencari tahu tentang
negara yang akan dituju, tentang iklim, kebutuhan pokok, obat-obatan, kebutuhan
dapur, serta keperluan anak. Semua disiapkan dari tanah air lebuh dahulu.
Mereka harus segera menyiapkan barang-barang yang akan dibawa termasuk titipan
kepala perwakilan yang ada di Ethiopia. Setelah barang yang banyaknya
sampai berpeti-peti itu dipacking dikirim ke Djibouti via maskapai laut, yang
kemudian akan diantar ke KBRI di Ethiopia.
Penerbangan ke Ethiopia dipilih rute London-
Mesir-Addis Ababa, karena Pak TS ada keperluan di London lebih dahulu. Dengan
pesawat Emerald Airways mereka berempat ( Pak TS, Yunia, anak dan baby sitter) berangkat
dari Bandara Soekarno-Hatta menuju London dengan transit di Dubai selama 17
jam. Sampai di Bandara Heathrow mereka disambut petugas airport untuk mengecek
paspor, Yunia dan Pak TS menggunakan paspor diplomat warna hitam dan Baby Sitter menggunakan paspor warna hijau, sedangkan paspor anak yang masih balita ikut
dengan ibunya.
Petugas dari KBRI London sudah menyemput untuk membawa
mereka ke KBRI untuk bertemu dengan salah sorang teman Pak TS pada waktu
bertugas di Bangkok. Kemudian menginap 2 malam di Grand Hotel kemudian dilanjut menginap di Wisma Indonesia
di Hendon yang disediakan untuk diplomat Indonesia yang transit di London.
Selama di London mereka mengunjungi berbagai tempat wisata. Seperti Buckingham
Palace, Madame Tusouued, Trafalgar, Bridge Tower, Abbey Road, Stadion
Wimbledon, dan pusat-pusat perbelanjaan. Tak lupa mampir ke tempat legendaris
The Beatles kesukaan Pak TS.
Setelah puas jalan-jalan di kota London dan
sekitarnya, mereka diantar staff KBRI ke Bandara Heathrow untuk melanjutkan
perjalanan menuju Mesir dengan pesawat British Airways yang ditempuh selama 4
jam 40 menit.
Sampai di Bandara Kairo Mesir sudah dijemput oleh
staf KBRI Kairo Mesir, untuk menginap di apartemen milik. Selama 2 hari
mengunjungi objek wisata, seperti : Komplek Pyramida Giza, Museum Mesir, Khan
el- Khaili, Moesque of Muhammad Ali, dan menikmati makan malam di kapal wisata
sambil menyusuri Sungai Nil dengan sajian musik dan tarian khas Mesir.
Dari Mesir Yunia dan keluarga terbang dengan
menggunakan pesawat Egypt Air menuju ke Addis Ababa ibukota Ethiopia, negara
tujuan tempat bertugas selama 3 jam 50 menit. Di bandara local staff KBRI sudah
menjemputnya. Yunia menyebut Addis Ababa sebagai kota tua yang kurang sentuhan,
untuk sementara mereka transit di Hotel Hilton sebelum memperoleh rumah untuk
tinggal, selama 2 minggu. Dua hari berada di sana mereka menemui Duta Besar
untuk melaporkan kedatangan.
Sebelum 2 minggu, ternyata mereka sudah mendapatkan
rumah untuk tinggal, rumah bergaya villa di atas lahan 1000 meter yang tak jauh
dari KBRI . Rata-rata rumah di sekitar itu luas-luas semua. Wow banget..ya...
Di rumah sebesar itu, selain di bantu baby sitter
yang dari Indonesia, mereka memperkejakan 4 orang lokal yaitu, sopir, tukan kebun, satpam dan
tukang bersir-bersir rumah. Untuk masak Yunia lakukan sendiri dibantu baby
sitter. Dengan bayaran yang tak terlalu
mahal kalau memakai orang lokal jadi bisa memperkerjakan banyak orang.
Walaupun ditugaskan di negara kecil, membuat Yunia
bahagia karena banyak kegiatan yang bisa dilakukan disana bersama para istri
staff , diplomat dan istri dubes di Addis Ababa. Maupun kegiatan bersama istri
diplomat dari negara-negara lain untuk saling mengenalkan kebudayaan dan adat
istiada negaranya. Selain itu Yunia juga aktif di WIC (Women International
Club) yang membidangi soal bantuan
termasuk membantu anak-anak
Ethiopia yang terkena HIV AIDS.
Setiap tahun mereka mendapat jatah cuti yang bisa
dipergunakan untuk berlibur ke negara lain atau pulang ke Indonesia. Pada tahun
pertama Yunia dan Pak TS memanfaatkan untuk pergi ke Abu Dhabi-Dubai- Sharjah
dan Bahrain.
Tahun kedua para istri dari KBRI Addis Ababa hendak
berkunjung ke Masjid Al-Aqsa yang masuk wilayah Israil. Namun karena antara
Indonesia dengan Israil tidak ada hubungan diplomatik, hal tersebut batal
dilaksanakan.
Setelah melewati tahun ke dua, Asia Tenggara termasuk
Indonesia terjadi krisis moneter. Untuk menghemat keuangan negara sebagian
diplomat dipulangkan. Termasuk Pak TS hal ini membuat kecewa Yunia dan suami
yang baru senangnya menikmati kenyamanan hidup di Ethiopia serta kebersamaan
dengan ibu-ibu di sana.
Sebelum pulang mereka singgah dulu ke Jeddah,
sehingga dimanfaatkan untuk melaksanakan ibadah umroh yang semua sudah
difasilitasi oleh konjen RI di Jeddah.
Pulang ke Indonesia Yunia sekeluarga menempati rumah
baru seluas 304M2 yang dibeli di daerah Pamulang
Estate, Tanggeran Selatan. Yang merupakan rumah kedua yang mereka miliki
setelah rumah yang mereka tempati sebelum berangkat ke Ethiopia dahulu.
Setahun pulang ke Indonesia Yunia hamil putra kedua
dan melahirkan dengan cara cesar karena ada masalah fistula obstetric yang
dialami saat melahirkan anak pertama. Putra kedua ini diberi nama Kautsar
Ramdhany yang disambut dengan suka cita seluruh anggota keluarga.
Tiga tahun di Indonesia Pak TS memperoleh berita
akan di tempatkan lagi di luar negeri. Penempatannya masih di benua Afrika
tepatnya di Pretoria Afrika Selatan.
Walaupun ada di benua Afrika namun negara ini sudah maju dan banyak orang bule
yang ada di sana.
Keberangkatan ke Petroria kali ini Yunia membawa
serta ibunya,sebagai pengganti baby sitter yang dibiayai oleh negara karena
kedua putranya masih kecil.
Tahun 2001 Yunia sekeluarga berangkat Bandara Udara
Johannersburg O.R Tambo dengan singgah dulu sehari semalam di Singapura
menggunakan pesawat Emerald Airlane. Penerbangan dari Bandara Changi menuju
Bandara Johannersburg menempuh waktu 10 jam 40 menit. Sampai di sana sudah
dijemput 2 staff KBRI untuk sementara tinggal di Apartemen transit sebelum
mendapatkan rumah tinggal.
Mereka akhirnya mendapatkan rumah seluas 500 M2 di
atas tanah seluas 2000 M2, rumah yang cukup luas sekali dengan model villa,
sehingga cocok ntuk berkebun menanam bunga dan sayuran yang bibitnya bawa dari
Indonesia.
Di Petroria Yunia kembali sibuk mengurus rumah
tangganya dan juga kegiatan ibu-ibu di KBRI termasuk menyiapkan segala
keperluan saat Presiden Megawati dan rombongan datang untuk menghadiri KTT di
sana. Di Petroria Yunia kembali menjalani operasi untuk menangani masalah
fistel dan kolostomi yang diakibatkan saat melahirkan anak pertama dulu.
Alhamdulillah operasi berhasil karena ditangani oleh dokter tepat.Walaupun
harus beristirahat cukup lagi karena ada 2 operasi yang dilakukan.
Sembuh dari operasi Pak TS dan Yunia berangkat haji
ke Mekkah, dengan vasilitas diplomat sehingga bisa langsung berangkat dan di
Jeddah pun sudah ada yang menyambut dan memfasilitasi.
Pulang dari haji Yunia sudah langsung aktif di DPW
sub Unit KBRI untuk mengadakan acara kebudayaan yang dihadiri perwakilan istri
diplomat dari berbagai negara, para istri diplomat mempunyai tugas dan peran
penting di setiap kegiatan yang diselenggarakan di KBRI.
Tahun ke 3 Pak TS sudah akan memasuki masa pensiun
jadi harus pulang ke Indonesia, sebelum pulang mereka berlibur ke Capetown. Di
Capetown ada Table Mountain yaitu gunung yang puncaknya datar yang terletak daerah
taman nasionL Capetown Afrika Selatan. Di Capetown juga ada makan Syeh
MaulanaYusuf yang merupakan bangsawan
dari Makasar yang ditahan VOC dan dibuang di Captown, yang merupakah tokoh yang
mengenalkan Islam di Afrika selatan pertama kali, Banyak keturunan Makasar
berada di sana disebut Cap Malay.. Yunia juga sempat berwisata ke tambang
berlian Cullinan dan sebagai kenang-kenangan membeli berlian di sana.
Berkunjung ke negara Mozambik untuk menikmati singkong , pantai yang bersih dan
beriklim tropis sebagai obat kangen pada tanah air Indonesia.
Karena habis masa tugas dan memasuki masa pensiun
Pak TS dan keluarga pulang kembali ke Indonesia, singgah duli di Malaysia untuk
mengunjungi tempat-tempat wisata di sana.
Pulang ke Indonesia pada akhir tahun 2003 mereka
tinggal di rumah Pamulang Estate setelah direnovasi, tahun pertama pensiun
dilewati dengan penuh kebahagian karena telah berkumpul kembali dengan keluarga
bisa bersilaturahmi langsung dengan sanak saudara dan kerabat. Namun di Tahun
2005 Pak TS mengalami post power syndrome, sakit secara fisik dan mental
sehingga harus bolak balik berobat yang membutuhkan biaya besar.
Kendali rumah tangga dan perekonomian dipegang oleh Yunia
sebagai istri, karena anak-anak mereka masih kecil-kecil, butuh biaya untuk
melanjutkan sekolah dan lain-lain.
Karena ada keinginan untuk mengajar, akhirnya Yunia
sekolah lagi untuk mengambil Akta IV sebagai persyaratan mengajar, keinginannya
itu disetujui Pak TS walau setelah lulus beliau belum mengijinkan Yunia untuk
mengajar. Karena anak-anak dan suami masih butuh perhatian. Yunia akhirnya buka
bisnis kecil-kecilan di rumah , seperti membuka toko , membuat kue sampai
antar jemput anak sekolah.
Menyewakan mobilnya untuk kursus setir mobil, namun
ternyata mobilnya dijual oleh saudaranya yang mengajak bisnis itu. Belum
selesai urusannya, tawaran untuk membuka bisnis travel datang dari temannya.
Dengan rute Jakarta Bandung, menyediakan 10 mobil, 2 milik temannya dan 8 mobil
milik Yunia. Namun ternyata bisnis itu tidak berjalan mulus, ternyata pemasukan
tidak cukup untuk membayar cicilan mobil dan membayar gaji pegawai.
Bahkan pada akhirnya 2 mobil milik temannya ditarik,
4 mobil ditarik leasing , 1 mobil dipakai sendiri, dan 3 mobil dibawa kabur
oleh teman yang dipercaya untuk mengelola bisnis travel itu. Sehingga Yunia
banyak didatangi debt collektor dari perusahan leasing.
Untuk mengambil jalan keluar, akhirnya Yunia menjual
rumah yang mereka tempati. Setelah semua hutang dan kewajiban pada leasing
lunas kelebihannya untuk membeli rumah baru lagi. Semua itu menjadi pelajaran
hidup buat Yunia dan keluarga agar tak mudah percaya begitu saja kepada orang
yang tak begitu dikenal.
Namun di balik musibah ada kebahagiaan putra pertama
mereka diterima di UGM , dan Yunia pun sekarang mengajar di sekolah berbasis
keagamaan. Yunia pun pada akhirnya kuliah lagi untuk mengambil S2 di UHAMKA dan
lulus pada akhir 2015 langsung mendapat tawaran untuk menjadi dosen PTIQ Jakarta. Setahun kemudian putra
pertamanya juga lulus dari UGM, langsung mendapat tawaran bekerja di Jakarta
sambil mengambil kuliah lagi S2.
Sedangkan putra kedua diterima di Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang. Setelah bekerja dan lulus S2 putra pertama
menikah dengan gadis cantik berasal dari Palembang.
Sampai sekarang Yunia tetap mendampingi suaminya
yang menderita ODD (Orang Dengan Dimensia) sambil terus mengajar dan
mendampingi putra mereka.
Semoga pelajaran hidup dalam buku ini banyak diambil
manfaatnya.
Hebat sekali ya banyak cerita yang bisa dikisahkan. Seru bisa mampir ke berbagai tempat
BalasHapusiya, enak juga ya jadi diplomat
Hapuslengkap banget ini. berasa jalan-jalan ke luar negeri. ternyata jadi istri diplomat se-nano-nano itu ya. dan ya, harus stok sabar yang banyak
BalasHapusbetul Mbak, tergantung suami juga Mbak, cepet bad mood gak menghadapi suatu masalah..
HapusCeritanya menginspiratif sekali kebayang jadi mbak yusnia. bertahan demi keluarga banyak pelajaran yang bisa diambil oleh pembaca.
BalasHapusiya, Mbak..jadi banyak pengalaman hidup ya...
HapusAsyik juga ya jadi istri diplomat bisamerasakan hidup diberbagai negara sebuah pengalaman yg sangat berharga
BalasHapusmasuk dari satu negara ke negara lain serasa mudah saja kalau pakai paspor diplomat ya mbak..
HapusWah jadi tau lika-liku perjuangan keluarga diplomat. Kisahnya sangat menginspirasi. Bisa jadi pelajaran untuk orang-orang yang akan memulai jejak sebagai diplomat atau istrinya
BalasHapusbetul mbak, semoga bermanfaat...
HapusSeru banget ya pengalaman keluarga diplomat begini teman saya ada yang ikut suaminya tugas dan ditempatkan di negara rawan deg-degan baca chat pengalaman dia.. huhu
BalasHapus