bercara di depan umum, dokpri |
Hal ini membuat seorang teman sekolah yang kebetulan
melihatku sedang berbicara di depan umum heran, “Loh, ternyata kamu bisa
ngomong ya, Tik. Kukira dulu itu kamu bisu...” sampai segitunya teman itu
menggambarkan keadaan aku saat masih duduk di bangku SMP, SMA dan juga saat
kuliah. Bahkan saking pendiamnya aku hanya punya sedikit teman, yang lebih
lucunya karena tidak pernah berbicara, sampai kelas 3 aku tidak hafal nama-nama
teman sekelasku satu-satu. Kalau aku ingat-ingat dulu itu karena aku merasa
sangat minder bergaul dengan teman-temanku. Aku merasa tidak sepintar mereka,
tidak secantik mereka, dan orang tuaku juga tidak sekaya mereka, walaupun aku
selalu sekolah di sekolah favorit di kotaku saat itu aku merasa hanya bejo saja
tidak seperti mereka. Bahkan saat aku kuliah di Undip pun hal itu masih aku
rasakan, aku selalu merasa tidak cakap, tidak cantik seperti teman-temanku.
Ternyata dulu aku kurang bersyukur dengan keadaanku ya....ampuun Gusti.
Namun begitu sejak kuliah, aku suka bergaul dengan
teman-teman yang pandai berbicara, bernyanyi, MC sehingga kebanyakan teman
dekatku saat itu selain kuliah juga berprofesi sebagai penyiar radio, mulai
penyiar Radio Suara Sakti, RCT, Gajahmada, IBC, Radio Merci, dll...radio-radio
yang ngetop saat itu. Aku senang mengikuti kegiatan-kegiatan mereka, rasanya
suaraku sudah diwakili oleh sahabat-sahabatku waktu itu.
Memasuki dunia kerja ternyata berbicara di depan
umum itu mutlak wajib bisa pada posisi yang aku kerjakan saat itu, jadilah...
aku mulai bisa bicara. Apalagi saat aku berwirausaha membuka toko kosmetik
sendiri, aku mulai terbiasa meladeni kustamer
dan mengajari SPG-SPG ku agar mereka bisa bicara dan berjualan dengan
lancar. Tapi itu semua dulu...
Berpuluh tahun kemudian saat aku sudah meninggalkan
semua dan memulai status sebagai ibu rumah tangga yang 24 jam full di rumah
dengan kondisi sebagai perantau di pedalaman Kalimantan, kemampuanku berbicara
hilang lagi. Karena tetangga yang kebanyakan memakai bahasa Banjar yang tidak
aku pahami, selain memang hidup di tepi hutan juga. Aku kembali menjadi
introvet, saat itulah aku mulai menuangkan yang ada dalam pikiranku melalui
tulisan, berupa buku harian.
Saat sudah mengenal internet baru aku mulai menulis
pada status Facebook, dan saat sudah pulang kembali ke Jawa dengan internet
lancar aku mulai mengenal menulis di blog Kompasiana. Karena aku banyak menulis
fiksi, puisi dan cerpen, jadi beberapa kali kesempatan aku pun diminta untuk
membacakan karya-karyaku sendiri di depan umum. Beeberapa kesempatan aku
membaca puisi di depan umum, Alhamdulillah lancar.
Sejak beralih menjadi seorang blogger memang aku
belum pernah berkesempatan menjadi narasumber tetapi kemampuan berbicara di
depan umum aku rasa sangat di perlukan saat kita sedang menggali, mengeksplore
bahan-bahan yang hendak kita tulis dari seorang narasumber. Misalnya, kemarin
datang ke galeri batik dan bordir untuk bisa mendapatkan info dan bahan –bahan yang
hendak aku tulis, gak bisa dong kita hanya melihat-lihat saja tanpa menggali
informasi dari pemiliknya. Atau tiba-tiba diundang oleh suatu dinas seperti
dinas pariwisata, kantor bea cukai biar tidak memalukan kemampuan berbicara
sangat diperlukan.
Jadi menurut aku, penting dan penting banget kita
sebagai seorang blogger menguasai teknik berbicara di depan umum, takutnya nih
tiba-tiba kita disuruh menjadi narasumber dari hal yang telah kita tulis.
Setidaknya kita harus menguasai bahan atau materi dengan baik, bisa mengatur
intonasi suara dan vokal suara dengan baik. Agar suara kita jelas terdengar dan
dipahami orang. Apalagi sejak bergabung deng Gandjelrel aku banyak belajar tentang blogger dan mulai rajin menulis lagi. Terima kasih
Begitu saja sih, kalau menurut aku, Menulis, Yes!
Berbicara juga, Oke!
Tapi prakteknya kita harus banyak belajar pada orang
yang tepat.
Posting Komentar
Posting Komentar