video Talkshow Sasakawa Foundation & Kusta di Indonesia
Mendengar kata Kusta, sebenarnya aku agak-agak miris dan
jijik. Hal ini dikarenakan bertahun-tahun ketika aku kecil melihat sendiri
bagaimana memilukan tetangga yang punya penyakit kusta tersebut.
Bukan hanya tetangga yang menjauhinya, namun istrinya
juga menjauh pergi entah kemana untuk menghindar. Kondisi pasien yang semakin
parah tanpa perawatan medis dan kepedulian orang-orang di sekitarnya, membuat
kusta yang diderita semakin menjadi-jadi. Bahkan sampai jari- jemarinya putus
dan seluruh badanya bengkak melepuh. Kasihan sekali hingga akhirnya pasien
meninggal dunia pun hanya orang –orang tertentu yang berani merawat jenazahnya.
Keadaan demikian terjadi karena stigma yang beredar di
masyarakat, bahwa kusta adalah penyakit kutukan, menular dan tidak bisa
disembuhkan. Astagfirullah,,,,
Pandangan masyarakat sekitar tahun 80-an tersebut,
menjadikan pasien kusta mengalami
tekanan yang cukup berat, selain malu, rasa sakit dan juga diskriminasi. Karena
pada saat itu memang sosialisasi tentang kusta masih kurang, bahkan dianggap
tabu membicarakannya.
Mata dan hati saya jadi benar-benar terbuka setelah
belajar dan mendengar Talkshow #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta ini, ternyata
penyakit kusta tidak selamanya seperti hantu yang harus ditakuti dan dihindari
pasiennya. Karena bagaimanapun pasien
kusta adalah manusia biasa , yang butuh empati, disapa dan juga disembuhkan.
Kusta bisa disembuhkan jadi tak perlu lagi melakukan diskriminasi dan over
thingking dengan pasiennya.
Talkshow yang digelar oleh Netherlands Leprosy Relief (NLR) Indonesia ( sebuah yayasan nirlaba non-pemerintah untuk menangani
kusta) bersama Kantor Berita Radio
(KBR) telah memberikan informasi yang
benar tentang kusta, setidaknya akan
mengubah stigma masyarakat tentang
kusta, yang selama ini beredar dari mulut ke mulut sehingga menimbulkan hoaks,
mitos,dan diskriminasi pada pasien
kusta.
Kusta di Indonesia
Kasus baru kusta di Indonesia sebenarnya mengalami
stagnasi dalam 10 tahun terakhir, dengan jumlah kasus mencapai 18.000. Indonesia sendiri menjadi negara dengan kasus
kusta tertinggi ketiga di dunia setelah
India dan Brazil.
Kusta merupakan penyakit yang bisa menimbulkan
disabilitas, pada tahun 2017 yang lalu, angka disabilitas akibat kusta mencapai
6,6 orang per satu juta penduduk. Pemerintah Indonesia mempunyai target untuk
menurunkan angka disabilitas kusta kurang dari satu orang per satu juta
penduduk.
Penanganan Kusta di Indonesia masih mengalami suatu
masalah, terkait sosialisasi tentang apa itu kusta. Dan dampak bila terlambat
ditangani, karena kusta termasuk penyakit menular bila tidak segera ditangani.
Pada tahun 2021, dilaporkan adanya peningkatan jumlah
pasien kusta baru secara global, yaitu sebanyak lebih dari 140.000 pasien. Hal
ini menunjukan bahwa kegiatan
pengendalian kusta telah dilanjutkan atau diperkuat setelah dampak Covid-19 mereda.
Meskipun demikian jumlah pasien baru yang tercatat saat ini masih lebih rendah
dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 yang mencapai 200.000 kasus.
Indikasi keterlambatan dalam penemuan dan pengobatan
kusta masih terjadi. Dalam rangka meningkatkan kesadaran kolektif mengenai
kusta digelar acara talkshow #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta
yang diselenggarakan pada bulan Juli 2023, bertepatan dengan kunjungan salah
satu donor potensial Sasakawa Health Foundatioan (SHF) yang telah dihubungi NLR
Indonesia. Saat SHF sedang mengunjungi proyek PEP++NLR Indonesia di Jakarta dan
Jawa Timur, untuk mempelajari bagaimana NLR Indonesia mengelola program PEP++
dan program kusta lainnya di Indonesia.
Talkshow Sasakawa Health Foundation & Kusta di
Indonesia
Acara talkshow dipandu oleh Debora Tanya, dengan
menampilkan 3 narasumber, yaitu : 1. Ms. Aya Tobiki selaku Chief Program Officer Hansen’s Disease Program
dari Sasakawa Health Foundation (SHF) Jepang.
2. Asken Sinaga selaku Eksekutif
Director NLR Indonesia 3. Ardiansyah sebagai PMK dan Ketua Permata Bulukumba.
Ms. Aya menjelaskan fokusnya datang ke Indonesia untuk
membahas atau mencegah penyebaran dari penyakit kusta, agar kusta benar-benar
tereliminasi dari Indonesia bahkan dari seluruh dunia.
Ada 3 pilar yang disampaikan Ms. Aya Tobiki , yaitu
Sasakawa Health Foundation itu tackling leprory untuk mengatasi penyakit kusta,
kedua menghilangkan diskriminasi dan ketiga memelihara sejarah/ histori tentang
riwayat penanganan kusta.
Ms. Aya juga menjelaskan bahwa Sasakawa Foundation berdiri sejak ahun 1974 dan fokus menangani
penyakit kusta tidak hanya di Jepang, namun di seluruh dunia.
Visi Sasakawa
Foundation, adalah semua manusia berhak atas nilai-nilai kemanusian jadi ke depannya
diperoleh kesehatan yang lebih baik dan
berabat kemanusian untuk semua. Sedang misinya turut mendukung kepada
orang-orang untuk meningkatkan kesehatan dan mengembalikan martabat manusia
apapun kondisi mereka. Jadi misi dan visi Sasakawa Foundation adalah setiap
orang mempunyai martabat yang sama. Dalam sejarah seperti yang dilakukan oleh
dokter Sam Ratulangi yang sekarang menjadi pahlawan nasional.
Narasumber 2, Ardiansyah selaku PMK dan ketua Permata
Bulukumba.
Ardiansyah yang pernah mengalami kusta, menjelaskan pada
waktu terkena kusta seakan-akan martabatnya tidak seperti sebelumnya. Apalagi
bila status ekonomi penderita termasuk
orang miskin. Ardi mengakui sikap teman-temannya berbeda dari sebelumnya,
mereka jarang datang ke rumah lagi, kalau pun bertemu hanya sekedar ‘say hello’
saja.
Sehingga Ardi merasa kehilangan martabat dan merasakan
ketidak-adilan sikap orang-orang terhadapnya ketika mereka mengetahui kalau Ardi
menderita Kusta.
Setelah berkecimpung di NLR, Ardi banyak mengalami
perubahan dan lambat laun martabatnya
juga pulih kembali. Apalagi setelah menjadi ketua Permata Bulukumba pada tahun
2018, yang langsung bermitra dengan Permata Sulawesi Selatan.
Pada tahun 2019 Permata Bulukumba menguply proposal ke
NRL dan Alhamdulillah diterima, bermitra
melalui email. Saat ini sudah tahun ke 4 bermitra dengan NRL. NRL memberikan pelatihan-pelatihan, serta kegiatan penyuluhan tentang kusta secara aspek
medis. Sebagai orang yang pernah mengalami kusta, Ardi melihat dari dua sisi,
yaitu aspek medis dan pengalaman pribadi ketika diundang menjad salah satu
narasumber di berbagai macam kegiatan edukasi tentang kusta.
“ Secara pengalaman pribadi, saya tidak mendapatkan
semacam stigma diskriminasi yang luar biasa dari teman-teman atau siapapun, di
luar dari keluarga , tetapi justru sebenarnya yang saya dapatkan itu stigma dan
diskriminasi itu ada di lingkungan keluarga itu khususnya, dimaksud bapak ibu dan
saudara ya, tapi kalau di luar dari sepupu, tante tidak seperti itu, dan
Alhamdulillah ini yang membuat saya bisa keluar safety, masak ya sampai bisa seperti ini, sampai bisa
kembali percaya diri dan bisa berkarya lagi, “
demikian disampaikan Ardiansyah seorang PMK di Bulukumba yang kebetulan jadi narasumber
pada acara talkshow kali ini.
Narasumber ketiga, Asken Siaga selaku Eksekutif Director NRL Indonesia : “ Merujuk
pada visi misi organisasi kami untuk
Indonesia yang bebas kusta dan konsekuensinya dan misinya mencegah, mengobati,
mengurangi diskriminasi atau dan untuk meningkatkan inklusi di Indonesia , jadi
kita bergerak dari visi misi sebagai
organisai non-pemerindah, NRL belum menyentuh di area-area pencegahan dan pengendalian kusta yang belum
tersentuh oleh pemerintah atau aktor lain yang belum disentuh, atau belum mau
disentuh, jadi ini adalah soal sentuhan
, ini antara mau dan mampu jadi NRL coba masuk di gab-gab itu” demikian penjelasan Pak Asken.
Strategi pencegahan kusta di Indonesia selama ini yang
mungkin sudah dilakukan atau sedang dilaksanan oleh @NLRIndonesia.
Posting Komentar
Posting Komentar