gambar dengan AI |
Adzan Subuh dari surau
ujung gang baru saja selesai
berkumandang, mataku masih terasa lengket enggan dibuka, semilir udara dingin
pegunungan membuatku menarik
kembali selimut dan membungkus badan , menikmati kembali empuknya spring bed yang masih menyimpan wangi
melati ingin rasanya melanjutkan mimpi
yang belum usai.
“Brak!” samar terdengar pintu kamar dibuka dengan kasar,
antara mimpi dan nyata aku melihat bayangan itu semakin mendekat. Tak lama
kemudian terasa ada air yang menggenang di sela-sela selimutku. Membuat mataku
jadi terbelalak saat melihat laki-laki itu mengambil sapu lidi yang biasa untuk
membersihkan tempat tidur.
“Pyaak-pyak-pyak..”
sabetan-sabetan kecil sapu lidi itu hampir saja mengenai mukaku kalau
aku tidak cepat bangun dan berlari
menuju dapur.
Belum sampai ke pintu dapur, aroma beras wangi yang sedang
ditanak bercampur dengan aroma gurih
ikan goreng, sukses membuat perutku plin-plan, antara pingin dikeluarin isinya di
toilet atau pingin diisi kerena semalam
tidak makan malam. Sudah bisa aku pastikan pasti ibu yang berada di dapur,
makanya aku berjalan berjingkat-jingkat pelan melewati dapur menuju kamar mandi.
“ Loo, Le. Apa kamu tadi nggak subuhan ke surau tah, kok
baru bangun” kaget aku, ternyata ibu yang kulihat asyik
di depan kompor tahu juga keberadaanku , walau aku sudah berusaha
berjalan mengendap-ngendap.
“ Tidak bu, masih ngatuk mataku, laah bapak loo
ngobrak-obrak biar aku bangun”
Aku pun segera masuk kamar mandi yang berada persis di belakang dapur.
“Byur-byur-byur ...”
aku segera melepaskan kode alam “ Bluussss” sambil menikmati sebatang
rokok.
“ Le...jangan kelamaan di kamar mandi, gantian!” teriakan
ibu membuyarkan lamunanku yang sedang nongkrong di WC tangkring.
“ Kebiasaan to , Le.. ning WC sama merokok berjam-jam. Ayo
disiram, segera mandi!” di luar ternyata
keributan terjadi, anatar ibu dan adikku yang harus berangkat sekolah
pagi.
Pura-pura tidak mendengar keributan aku membuka kran kencag-kecang , sehingga
suara gemercik air menyamarkan suara keributan di dapur. Aku cuek saja sih!.
Dingin air justru membuat aku lebih bersemangat , “ Byur,
byur. Byur, byur!” wangi sabun mandiku
rupanya sudah mengalahkan aroma masakan ibu dari dapur.
Kilau emas cahaya pagi di sela-sela pohon mangga samping
rumah, pertanda aku harus bisa secepat mungkin merampungkan rutinitas pagiku di rumah. Aku
harus bisa sampai ke kantor sebelum jam 7 pagi ini.
Jalanan di depan sana deru mesin motor membuat bising,
apalagi kepulan kenalpotnya menjadi racun di paru-paruku tiap pagi. Namun itulah semangatku!.
Sampai di tengah perjalanan aku jadi ingat, perutku belum
jadi kuiisi padahal tadi pagi aku melihat ibu menggoreng ikan lele kesukaanku. Putar balik, apa gas
lurus, ya...
Kulirik jam tanganku, Jam tujuh kurang 10 menit, segera aku
gas motorku. Untung saja aku bisa
menerobos gerombolan anak sekolahan yang makin ngawur saja mengendari motor bertiga tanpa helm , ngebut pula!
Jam 7 kurang beberapa detik, aku sudah memakirkan motor, dan
segera berlari ke ruanganku. Alhamdulillah
kantor masih sepi, entah pada kemana orang ini.
“ Mas, nggak ikut ke Pendopo Kabupaten kah, yang lain sudah berangkat!”
Tepuk jidat, aku lupa kemarin sudah dibilangin untuk apel
pagi di pendopo, mana sudah jam tujuh pasti aku telat sampai karena perjalanan
ke pendopo butuh waktu 15 menit dari kantorku ini.
Benar-benar pagiku kacau,
itulah sedihnya jadi bujang lapung macam aku ini.
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI
Posting Komentar
Posting Komentar